"Kapan ya pandemik ini berakhir?"
Saya yakin banyak orang yang mulai mempertanyakan ini. Entah ke orang terdekatnya atau bahkan ke diri sendiri. Sama halnya dengan pertanyaan "kapan?" yang lain, seperti kapan lulus, kapan nikah, dan kapan punya anak, pertanyaan semacam ini cuma bikin orang yang ditanya semakin resah. Awalnya mungkin baik-baik saja. Tapi lambat laun mulai menggoncang relung jiwa.
Iya, ketidakpastian memang sering bikin kita jadi resah. Nggak jelas kapan dapet jodoh, nggak jelas kapan dapat momongan, semua itu kadang bikin resah juga. Meski, nggak selalu begitu. Nggak selalu sepanjang hayat dikandung badan resah gitu terus.
Pertanyaan kapan pandemik ini berakhir pun sama. Awalnya biasa aja. Lama-lama, kalau terus menerus dipertanyakan ya jadi toxic juga.
Mimpi yang Tertunda
Waktu hamil Ghazy, mendadak saya jadi punya mimpi baru, jadi penulis buku anak. Jujur, waktu itu saya nggak tahu gimana caranya nulis buku anak. Jadi, saya belajar dulu ke ahlinya. Output dari kelas itu adalah naskah cerita anak yang nantinya akan diseleksi untuk terbit mayor.
Denger kata "terbit mayor", itu sudah jadi pemicu untuk saya. Naskah pun dibuat dan mulai diseleksi. Hasilnya? Saya gagal. Naskah saya nggak cukup menarik untuk mereka ambil.
Sedih? Nggak juga. Namanya juga pertama belajar. Gagal itu proses.
Di sisi lain, saya ikut project dengan tema yang berbeda. Alhamdulillah, naskah itu lolos terbit di salah satu penebit mayor. Kabar terakhir yang saya dapatkan, naskah itu sudah mulai proses ilustrasi. Mestinya sih sebentar lagi terbit. Logikanya sih begitu.
Tapiiiii...
Tahu sendiri ini lagi pandemik. Penerbit-peberbit besar banyak yang menunda proses penerbitan buku-buku mereka. Naskah yang sebentar lagi terbit, jadi tertunda sampai entah kapan.
Kecewa nggak sih? Kalau saya fokus pada naskah yang entah kapan terbit ya bisa jadi kecewa. Tapi saat ini, saya nggak kepingin mikir tentang itu. Naskah itu akan terbit di waktu yang tepat. Allah Yang Maha Tahu kapan waktunya.
Saat ini saya lebih ingin mencurahkan waktu untuk banyak menulis. Ya di blog ini, ya bikin naskah untuk buku anak. Target saya nggak muluk-muluk sih, cuma biar tangan ini luwes aja nulisnya.
Practice make it better. Ya, kaaan?
24/7 Bareng Pasangan Rasanya...
Selain ada hal-hal yang perlu ditunda sampai pandemik ini berakhir, ada lagi nih tantangannya. 24/7 bareng pasangan. Setelah menikah, bangun tidur yang dilihat suami, mau tidur lagi juga yang dilihat suami. Segala hal baik dan buruknya kelihatan semuanya.
Buat yang masih awal-awal nikah, pasti tahu banget gimana nano-nanonya proses pengenalan ini. Hingga akhirnya, kita mulai terbiasa sama pasangan kita. Mulai nerima dia apa adanya.
Tapi kan kemarin kita masih terpisahkan jam kantor. Masih ada sesi kangen-kangenan terpisah beberapa jam. Masih ada moment menikmati weekend untuk quality time bersama keluarga. Sekarang, ketika semuanya dilakukan dari rumah, ya balik lagi harus adaptasi.
Jujur, waktu awal-awal masa karantina, saya seneng banget suami ada di rumah terus. Nggak masalah dia kerja, saya dan anak masih bisa main di dekat dia.
Sehari, dua hari berlalu, masih menyenangkan. Setelah hampir seminggu bersama terus, kok rasanya lelah ya. Manusia yang harus diurus bertambah. Saya yang mulai terbiasa dengan ada bayi di rumah, jadi harus adaptasi lagi dengan kehadiran bayi besar ini.
Ya urus rumah, urus bayi, urus suami. Wow. Iya, semua punya nilai ibadah memang. Tapi saya ini manusia biasa yang juga punya keterbatasan.
Belajar Komunikasi Produktif
24/7 bareng pasangan bisa dibilang rawan menimbulkan friksi. Segala kondisi yang serba sulit dan tuntutan working from home memang bikin perasaan jadi makin sensitif macem testpack. Tapi, bukan berarti masalah ini tidak bisa diselesaikan.
24/7 bareng justru memberi ruang untuk saya dan suami untuk belajar lagi mengkomunikasikan segalanya lebih baik. Kalau capek, ya bilang. Tidak menggunakan aliran kebatinan atau malah main kode-kodean. Kalau ada yang ngeluh capek, ya dipahami, lalu dibantu.
24/7 bareng pasangan justru memberikan kami ruang untuk lebih banyak ngobrol berdua. Kalau sebelumnya, semua serba terbatas. Kini, kami bisa ngobrol kapan saja kami mau dan siap.
Suami saya banyak sekali membatu saya mengurai keresahan-kerasahan saya. Ketakutan berlebih akan suatu hal juga bisa lebih mudah dikendalikan. Candaan-candaan yang ada di antara kami justru membuat segalanya terasa lebih cair.
Belajar Bersinergi
Tantangan baru yang datang dalam kehidupan kami, menuntun kami untuk belajar bersinergi antara yang satu dengan yang lain. Awalnya ya sulit. Ketemu terus, baiknya kelihatan terus, ngeselinnya juga.
Kalau lagi sensitif ya jadi mudah meledak. Tapi ya apa enaknya sih di rumah marah-marah terus? Malah makin stress, kan?
Marah memang mudah melampiaskan segalanya. Tapi cara ini justru bikin energi makin terkuras. Rasa bahagia juga makin terkikis.
Saya pribadi lebih memilih buat belajar memahami suami. Belajar buat bersinergi untuk menyelesaikan masalah yang kami hadapi saat ini. Bagaimana menyelesaikan pekerjaan rumah yang menggunung sama-smaa. Bagaimana caranya tetap memberi atensi pada anak dan satu sama lain di tengah kesibukan kami masing-masing. Bagaimana meyakinkan orang tua kami bahwa kami baik-baik saja di sini. Dan masih banyak lagi.
Makin Mesra, Makin Happy
Waktu ngobrol yang lebih banyak dan kesempatan untuk bersinergi lebih banyak ternyata amat sangat membantu kami jadi semakin mesra antara satu sama lain. Friksi yang ada justru jadi bumbu penyedap dalam biduk rumah tangga kami. Perasaan hangat juga kerap kali hadir karena keberadaan suami di sisi saya.
Fokus pada Apa yang Bisa Kita Lakukan
Siapa sih yang nggak susah dalam masa pandemik seperti sekarang? Semuanya juga merasakan hal yang sama. Ada masalah masing-masing yang dihadapi oleh tiap orang.
Sayangnya, mempertanyakan kapan pandemik ini selesai sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah. Belum ada orang yang bisa menjawab pertanyaan ini. Vaksin belum ada, herd imunity juga butuh waktu.
Nggak semuanya bisa kita kendalikan. Ada banyak sekali hal-hal yang di luar batas kemampuan. Kita sendiri juga bukan manusia super yang punya jurus sakti membumi hanguskan virus korona dari muka bumi ini.
Dari pada fokus pada hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, mending lakukan sesuatu yang memang bisa kita lakukan. Ini jauh lebih mudah dan bikin perasaan lebih tenang.
"Inaction breeds doubt and fear. Action breeds confidence and courage." - Dale Carnegie
Ada banyak hal yang biasanya saya lakukan agar masa karantina ini jadi lebih bermakna.
1. Menghabiskan Waktu bersama Keluarga
Hal yang paling saya syukuri dari masa karantina ini adalah waktu kumpul yang tidak terbatas. Suami yang biasanya punya sedikit waktu main dengan anak. Kini, jadi lebih banyak turun tangan dalam pengasuhan.
Progres tumbuh kembang Ghazy kami lewati sama-sama. Main bareng, mengasuh bersama, dan memberikan stimulus ke Ghazy juga dilakukan bergantian. Saya betul-betul tidak menyangka bahwa progres perkembangan Ghazy bisa secepat ini.
Awal masa karantina, Ghazy baru saja bisa menggulingkan badannya ke satu sisi sendiri. Tapi kini, dia sudah bisa melata ke sana kemari. Padahal sebelumnya saya cukup rajin memberikan stimulus ke Ghazy. Hanya saja, dampaknya lain ketika kami sama-sama membantu stimulasi perkembangannya.
2. Belanja di Tetangga
Nggak semua orang bisa survive setelah adanya masa karantina ini. Ada pedagang yang omsetnya terjun bebas. Ada pegawai-pegawai yang terpaksa di PHK dan dirumahkan. Beberapa orang dari mereka mencoba bertahan dengan berjualan apa saja yang bisa mereka jual. Kebetulan sekali, banyak tetangga saya yang punya nasib demikian.
Saya dan suami akan berupaya untuk membeli barang yang kami butuhkan dari mereka dulu sebelum ke yang lain. Bagi kami, ini bukan hanya sekedar membantu usaha mereka saja. Cara ini juga bisa menumbuhkan semangat dan memberi harapan baru dalam diri mereka untuk menghadapi kesulitan ini.
3. Menulis
Bagi saya, menulis bukan hanya sekedar hobi. Dengan menulis, saya bisa meluapkan segala kecamuk yang ada dalam pikiran dan hati saya. Dengan menulis, saya bisa menjadi versi bijak untuk menasehati diri sendiri.
Dari segala hal yang saya suka dari menulis, bukan tentang seberapa banyak orang yang dapat menjangkau tulisan saya. Tapi ketika tulisan-tulisan yang saya buat bisa menjadi manfaat untuk orang lain.
4. Ibadah
Mumpung Ramadhan, mumpung pahala sedang diobral, pintu ampunan dibuka selebar-lebarnya, mari kita manfaatkan saja moment ini untuk memperbanyak ibadah. PDKT sama Allah. Banyak memohon ampun dan pertolongan untuk bisa terus bertahan dalam kondisi semacam ini.
Just Relax
Kalau kita sudah mengubah fokus untuk mencari terus bergerak, tapi masih tegang saja. Masih sering kehilangan kewarasan. Mungkin, hal yang kita butuhkan cuma satu, relax.
Tarik napas panjang, keluarkan.
Tarik napas panjang lagi, keluarkan.
Gimana? Lebih enteng?
Sedari awal masa karantina, saya lebih memilih menikmati aneka roller coaster yang terjadi selama masa karantina. Bagaimana menerima rasa takut, bosan, dan lelah yang saya alami selama masa ini. Saya manusia biasa. Mustahil bisa lepas dari semua itu.
Hal terpenting bagi diri saya bukan bagaimana menghindari itu semua, tapi bagaimana caranya bisa bersahabat dengan perasaan itu. Mengelola rasa takut, bosan, dan lelah dengan baik.
Dari takut, saya belajar untuk lebih waspada. Dari bosan, saya jadi belajar mengeksplorasi segala keterbatasan jadi hal yang menarik. Dari lelah, saya belajar untuk menghargai diri sendiri. Meluangkan waktu untuk istirahat sejenak itu bukan kejahatan kok.
Buat saya pribadi, nggak perlu memaksakan diri untuk produktif kalau memang lagi nggak bisa. Menjaga diri untuk tetap waras selama masa karantina jauh lebih penting, dibanding maksa untuk terus produktif.
Ada beberapa hal yang biasanya saya lakukan untuk relaksasi di rumah.
1. Bikin cemilan sederhana
Kalau lagi suntuk banget, biasanya saya akan lari ke dapur dan bikin cemilan yang mudah untuk dibuat. Misalnya, kentang goreng, tempe mendoan, jelly, atau rujak manis. Nggak perlu yang rumit, yang penting happy.
Sebelum disajikan untuk suami, biasanya saya cemil-cemil sendiri dulu di dapur. Menikmati semuanya sendiri dulu sebelum dibagi sama yang lain. Kalau udah kenyang tuh biasanya jadi happy.
2. Rebahan
Setelah punya bayi, moment rebahan betul-betul jadi moment yang amat sangat berharga. Kalau lagi capek banget, saya biasanya minta izin ke suami untuk rebahan sebentar. Satu sampai dua jam cukuplah untuk mengembalikan energi.
Moment ini biasanya saya pakai untuk scrolling IG atau ngeblog sebentar. Lalu, tidur. Setelah bangun, biasanya badan akan terasa lebih bugar. Mood juga jadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
3. Mandi
Lagi capek banget, terus mandi. Bbeh, capek-capek rasanya langsung luntur. Apalagi kalau mandi air anget. Apalagi kalau dipakai berendam. Abis mandi, tidur juga rasanya nyenyak banget.
Iya, mandi memang punya keistimewaan sendiri. Selain membersihkan tubuh dari keringat dan kotoran, ternyata mandi juga bisa membantu tubuh untuk bisa lebih relax lagi.
Kalau penat mulai datang atau sudah mulai lelah, biasanya saya bilang ke suami kalau mau mandi agak lama sedikit. Iya, ini juga harus dikomunikasikan. Maklum, punya bayi.
Setelah bayi aman terkendali, baru deh mandi. Tidak lupa juga untuk keramas. Biar makin seger. Kepala yang mulai ngebul, kalau disiram air tuh rasanya nyesss banget. Ya nggak sih?
Untuk keramas, saya biasanya pakai Emeron Nutritive Shampoo Hair Fall Control. Kandungan Active Provit Amino dan Aloe Veranya dapat membantu merawat kekuatan akar rambut, mengurangi kerontokan rambut dan menutrisi hingga ke ujungnya. Ini pas banget buat saya yang rambutnya mulai sering rontok sejak menyusui Ghazy.
Selain kandungan yang ada di dalamnya, saya juga suka banget sama aromanya. Tidak menyengat dan menyegarkan. Cocok banget dipakai untuk menyegarkan pikiran setelah penat seharian.
Efek abis keramas ini yang bikin saya makin happy. Rambut jadi terasa lembut sekali. Kalau disisir pakai jari, bisa langsung jatuh saking lembutnya. Rambut juga mudah sekali diatur dan nggak lepek. Nggak cuma itu, rontok-rontok juga mulai berkurang. Jadi makin happy deh.
Senengnya lagi, harganya murah banget tapi barangnya nggak murahan. Untuk botol 170 ml seperti yang saya punya ini, harganya cuma Rp13.000 saja. Murah banget nggak sih?
Shampoo ini juga mudah didapatkan. Cari di mini atau super market favorit, ada banget. Mau cari di market place pun ada. Tinggal pilih aja mana tempat belanja paling aman. Biar nggak worry.
Nah, selain Emeron Nutritive Shampo Hair Fall Control, Emeron Complete Haircare juga punya varian lain untuk perawatan rambut kita.
- Damage Care, kandungan nutrisi avocado serta formula active profit amino di dalamnya mampu mengembalikan kesehatan rambut yang rapuh, kering, dan kasar.
- Soft & Smooth, formula active profit amino dan khasiat bunga matahari bekerja maksimal menutrisi rambut mulai dari akar hingga ujung, serta dapat membuatnya lembut dan berkilau.
- Black & Shine, formula active profit amino dan manfaat urang aring bisa memperbaiki dan menutrisi rambutmu yang kusam dengan maksimal.
- Hijab Clean & Fresh yang cocok digunakan untuk perempuan berhijab. Kandungan tea tree oil, mint, serta formula active profit amino yang ada di dalamnya dapat membantu menyegarkan rambut serta melembabkan kulit kepala.
- Volume Control, kandungan pomegranate dan formula active profit amino di dalamnya diformulasikan untuk perawatan rambut lepek.
- Anti Dandruff, kandungan ZIPTO+Lime serta formula active profit amino dapat digunakan secara khusus untuk mencegah ketombe dan merawat kulit kepala.
Nah, kamu tinggal pilih saja mana varian yang paling sesuai untuk masalah rambutmu.
Penutup
Well, nggak ada yang senang dengan kondisi semacam ini. Tapi, bukan berarti kita jadi nggak bisa bahagia. Kita bisa banget menciptakan bahagia kita sendiri. Nggak perlu nunggu kondisi baik atau orang lain dulu.
Caranya, tinggal fokus saja pada apa yang bisa kita kendalikan. Terkait apa yang di luar kendali kita, jadikan aja sabar dan syukur kuncinya. Biar Allah aja yang atur.
Yuk, ceritakan masa karantinamu dengan ikutan Lomba Blog yang diadakan Emeron Haircare. Bagikan kisahmu. Siapa tahu kamu beruntung. Semangat!
Last but not least, tetap #DiRumahAja dan #DengarkanHatimu.