-->

Minggu, 03 Mei 2020

Menyikapi Komentar Orang Tua Terhadap Gaya Parenting Kita

Parenting

Sejak punya anak, orangtua saya makin jarang menanyakan kabar saya. Posisi saya sudah mulai digantikan oleh anak. Minta kirim foto dan video itu sudah jadi makanan sehari-hari. Bukan cuma orang tua saya saja tentu, mertua saya pun demikian. Sayangnya, mengirimkan foto dan video tak selalu mendapatkan feedback yang menyenangkan. Saya pun sering mendapat komentar tentang gaya parenting saya. 

Sekali dua kali komentar ini itu, it's okay. Tapi kalau setiap kali saya kirim foto dan video dikomentari, apa rasanya coba? Hmmmm�.

Parenting ala Kakek Nenek vs Ummi Abi

Parenting

Zaman berubah, tantangan berubah, pola parenting pun berubah. Sebagai orang tua milenial, pasti kita sama-sama sepakat hal ini. Adakalanya, apa yang kita yakini benar dianggap keliru oleh orang tua kita. Sebaliknya, saran-saran yang mereka berikan, kita anggap sudah tidak lagi relevan untuk kondisi saat ini.

Cara memakaikan baju bayi, cara menggendong, kapan mulai memberi makan bayi, ini saja sudah menuai perdebatan. Hal yang paling saya tidak suka adalah ketika muncul kalimat sakti ini.

"Dulu, kamu digituin juga nggak apa-apa kok. Masih hidup dan baik-baik saja."

Pernah suatu kali mertua saya menangis kencang di rumah hanya karena melihat video stimulus Ghazy. Di video itu, saya dan suami sedang menggulingkan Ghazy. Tujuannya untuk melatih otot leher serta memberi stimulus motorik kasarnya. Kata beliau, ini pemaksaan. Suami dimarahi habis-habisan.

Besoknya, Ghazy rewel. Butuh waktu tentu bagi kami menenangkan Ghazy. Suami masih kagok. Saya pun tidak langsung menggendong atau menyusuinya karena harus ke kamar mandi. Ini yang beliau teriakkan ke suami saya.

"Kalau nangis tuh digendong yang bener. Kalau nggak telaten ngerawat anak, sini biar ibu yang rawat."

Wow. Jujur saja, saya kesal sekali waktu itu. Saya yang mengandungnya selama 9 bulan. Saya yang berjuang untuk melahirkannya. Bahkan, rasanya sudah hampir mau mati. Lalu, ada orang lain yang tiba-tiba datang ingin mengambil anak saya. Wajar bukan kalau tiba-tiba saya ingin mendekap anak saya?

"Sini bu, saya kasih mik."

Setelah itu, sepanjang hari saya diam di kamar bersama Ghazy. Itu cuma salah satu konflik saja. Bukan hanya dari mertua, tapi orang tua saya sendiri iya. Rasanya kok saya dan suami tidak pernah benar. Semua serba salah. 

Tips Menghadapi Komentar Orang Tua Terhadap Gaya Pengasuhan Kita

Parenting

Saya bukan satu-satunya orang yang mengalami hal ini. Banyak orang tua baru yang pun mengalami hal yang sama. Adakalanya, saya memandang bahwa orang tua kita hendak ingin menebus kesalahan pengasuhannya pada cucu mereka. Apa yang mereka tak bisa berikan pada kita, mereka berikan kepada cucu mereka.

Bukan hal yang salah sebetulnya. Tapi sayangnya, tidak semua yang mereka inginkan sejalan dengan apa yang ingin kita lakukan. Ada beberapa hal yang biasanya saya lakukan untuk menyikapi hal ini. Semoga ini bisa membantu untuk menyelesaikan masalah yang sama.

1. Yakini bahwa orang tua melakukannya karena cinta

Satu hal yang terus menerus saya perbarui adalah keyakinan akan hal ini. Menurut saya, ini jadi hal paling mendasar untuk dilakukan. Dasar untuk lebih legowo ketika terjadi konflik. Dasar untuk memaafkan orang tua ketika kesal dengan segala macam tuduhan tidak langsung mereka. Dasar untuk mengubah segala hal yang menyebalkan menjadi rasa syukur.

Alhamdulillah, anak saya tumbuh dengan banyak cinta dari orang-orang di sekelilingnya. :)

Ini tidak hanya berlaku untuk orang tua kita saja, tapi juga orang lain yang dekat dengan kita. Saudara kita, misalnya. Kedekatan ini mungkin akan memberikan pengaruh terhadap gaya parenting kita. Sedikit atau banyak mereka pasti akan memberikan sumbangsih pemikiran mereka. Kalau kita gagal memandang ini sebagai sesuatu yang perlu disyukuri, jadinya ya bias stress sendiri. Muncul konflik berkepanjangan yang menurut saya tidak perlu. Apalagi dengan keluarga sendiri.

2. Komunikasikan alasan kita

Tidak ada salahnya untuk mencoba mengkomunikasikan alasan kita memilih gaya parenting tertentu. Kenapa kita begini dan begitu, jelaskan alasannya. Iya, memang sulit untuk menyampaikan ini. Biasanya memang akan berakhir dengan kalimat berikut.

"Ibu dulu gituin kamu juga jadi orang."

Sabar. Coba kita cari cara lain. Bisa diajak nonton video parenting bersama atau datang ke kelas parenting bersama. 

Sulitnya menjelaskan kepada orang tua sebetulnya karena mereka akan selalu menganggap kita anak-anak. Meski sekarang, kita sudah menjadi orang tua. Tapi tetap saja bagi mereka kita anak-anak yang masih butuh bimbingan ini itu. Ini yang membuat kita butuh effort lebih untuk menyampaikan sesuatu ke orang tua.

Ini kenapa kita butuh bantuan orang lain untuk mengkomunikasikan. Kita butuh orang lain yang lebih mudah untuk didengar orang tua kita. Siapa mereka? Tentu saja para ahli. Orang-orang yang expert di bidangnya. 

Sebetulnya, cara seperti ini tidak langsung menjamin apakah orang tua kita mau memahami alasan-alasan kita. Tapi setidaknya dengan cara ini, kita bisa membuka pikiran orang tua kita sedikit demi sedikit. 

Bagaimana kalau orang tua kita menolak? Putar saja videonya keras-keras. Mereka manusia biasa. Sedikit atau banyak pasti mereka akan mendengarkan apa yang kita putar. 

Intinya, jangan menyerah. Effort yang lebih untuk fight dengan hal ini saat punya anak pertama. Tapi, kalau ini berhasil kita lalui, selanjutnya pasti akan jauh lebih mudah. Nggak harus sepanjang hayat dikandung badan kres terus dengan orang tua karena perbedaan gaya parenting.

3. Jarak memberi ruang untuk bernapas

Saya tahu bahwa adakalanya tidak mudah untuk berhadapan dengan orang tua. Saya tahu bahwa rasanya melelahkan untuk terus mendengar komentar-komentar mereka. Saya tahu karena saya pun sering kali demikian. 

Ini yang biasa saya lakukan. Mundur teratur sejenak untuk memberi ruang pada diri sendiri dari segala bombardir yang diberikan kepada orang tua kita. Berhenti menelpon atau mengirim video dan foto ke mereka.

Bagi saya, ini cara yang paling ampuh untuk tidak memicu konflik yang lebih besar lagi. Dalam kondisi saat ini, pengaruh hormon pasca melahirkan sangat besar dalam diri saya. Ini sangat amat memungkinkan saya tidak bias mengontrol diri saya dan melakukan sesuatu yang menyakiti perasaan mereka.

Kalau kita tinggal dengan orang tua bagaimana?

Baca juga: Tinggal Serumah dengan Orang Tua

Ini yang sulit untuk dijawab. Memang idealnya, ketika sudah menikah, ya hidup terpisah dengan orang tua. Jadi, kita bisa mengatur jarak ketika sudah mulai lelah mendengarkan. Hal ini tentu berbeda dengan mereka yang tinggal dengan orang tua. Kalau saran saya, semisal orang tua kita tidak dalam kondisi yang bisa ditinggal, harus terus diawasi. Cobalah untuk tinggal dekat dengan mereka, tapi tidak serumah. Kalau masih tidak bisa juga, sila lanjut ke tips selanjutnya.

4. Sabar dan doakan

Poin terakhir ini jadi kunci utama menghadapi permasalahan ini, sabar dan doakan. Sabar dengan segala rupa komentar mereka. Sabar dengan upaya-upaya yang kita lakukan untuk memahamkan mereka. 

Selain sabar, jangan lupa juga untuk berdoa. Mohon kemudahan pada Allah agar mudah mengkomunikasikan alasan kita. Mohon kesabaran menghadapi mereka. Jangan lupa juga untuk mohon kepada Allah agar hati mereka dilembutkan, pikiran mereka dibukakan untuk menerima hal-hal yang baru. 

Sama seperti kita, orang tua kita sepenuhnya milik Allah. Allah yang paling tahu dan bisa menggerakkan mereka. Lakukan saja apa yang bisa kita lakukan. Selebihnya, serahkan saja pada Allah.

Penutup

Konflik dengan orang tua sejatinya adalah satu hal yang tidak bisa kita hindari. Dari masa ke masa, pasti akan selalu ada. Dulu, mungkin soal larangan keluar rumah, memilih kuliah. Ketika akan menikah, berganti lagi menjadi perencanaan pernikahan atau memilih pasangan hidup. Kini, ketika kita sudah menikah dan punya anak pun pasti akan ada masalah baru yang harus diselesaikan.

Tidak ada yang bisa kita lakukan selain melakukan hal terbaik yang mampu kita lakukan. Selebihnya, biar Allah yang mengerjakan tugas-Nya.