Belum ada seminggu setelah Ghazy imunisasi, merebak kabar bahwa virus korona sudah ada di Indonesia. Begitu dengar kabar itu, saya mulai mikir bagaimana nasib imunisasi Ghazy bulan depan? Waktu itu, virusnya belum merebak seperti sekarang. Jadi, saya masih berharap kalau saat jadwal imunisasinya tiba, virus korona sudah pergi. Sayang, harapan itu hanya tinggal angan belaka.
Semakin dekat dengan jadwal imunisasi, semakin besar juga jumlah kasus covid-19 di Indonesia. Ini yang membuat saya makin galau. Apakah saya harus menunda jadwal imunisasi anak ataukah tetap melakukan sesuai jadwal?
Rekomendasi IDAI Terkait Imunisasi Anak
Seakan menjawab kegalauan ibu-ibu seperti saya, IDAI akhirnya mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan untuk semua pihak. Baik petugas fasilitas kesehatan, maupun orang tua anak yang akan imunisasi. Rekomendasi ini bisa digunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan imunisasi anak. Saya sendiri menggunakan acuan ini untuk memastikan apakah fasilitas kesehatan yang saya pilih sudah mengikuti rekomendasi tersebut atau belum.Anjuran IDAI Terkait Imunisasi Anak
Imunisasi dasar penting untuk bayi dan anak hingga umur 18 bulan. Hal ini ditujukan untuk melindungi anak dari berbagai penyakit berbahaya lain yang sudah ada. Untuk pencegahan Covid-19 sendiri, belum ada vaksin untuk virus ini.Apabila bayi dan balita tidak mendapatkan vaksin dasar lengkap, ini akan memicu wabah penyakit lain di kemudian hari. Akibatnya, anak-anak bisa mengalami penyakit berat yang menyebabkan sakit berat, cacat, bahkan meninggal dunia.
Oleh karena itu, pemberian imunisasi tetap harus dilakukan mengikuti jadwal berikut.
Imunisasi dasar
- Segera setelah lahir: Hepatitis B + OPV 0- Usia 1 bulan: BCG
- Usia 2 bulan: Pentavalent 1 + OPV 1
- Usia 3 bulan: Pentavalent 2 + OPV 2
- Usia 4 bulan: Pentavalent 3 + OPV 3 + IPV
- Usia 9 bulan: MR1
- Usia.18 bulan: Pentavalent 4 + OPV 4 + MR2
Imunisasi tambahan
- Usia 2 bulan: PCV 1- Usia 4 bulan: PCV 2
- Usia 6 bulan: PCV 3 + Influenza 1
- Usia 7 bulan: Influenza 2
Program imunisasi PCV dan JE yang terdapat di beberapa provinsi tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Bila pasien sedang ada di wilayah penyebaran luas Covid-19, pemberian imunisasi dapat ditunda 1 bulan dan segera diberikan saat kondisi sudah memungkinkan.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, baik oleh petugas fasilitas kesehatan maupun orang tua ketika anak akan imunisasi.- Atur jadwal kedatangan anak untuk menghindari anak berkumpul terlalu lama
- Di wilayah dengan kasus Covid-19 yang tinggi, harus ada petugas yang menanyakan apakah ada kontak dengan penderita Covid-19. Apabila ada, maka harus dilayani sesuai dengan anjuran Kemenkes. Apabila tidak ada, imunisasi dapat diberikan sesuai dengan jadwal.
- Usahakan ada petugas yang mengatur pemisahan ruangan antara anak sakit dan anak sehat yang akan diimunisasi di ruang tunggu dan layanan yang berbeda.
- Sediakan hand sanitizer atau bak cuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Hal ini agar orang tua dan anak bisa cuci tangan ketika datang dan akan pulang ke rumah.
- Kursi ruang tunggu harus diatur sedemikian rupa agar jarak antara penunggu 1-2 meter.
- Anak yang sudah bisa berjalan perlu dijaga agar tidak berjalan mondar-mandir di fasilitas kesehatan
- Jauhi orang yang sedang batuk pilek
Anjuran untuk Memenuhi Pembatasan Sosial
Selain hal-hal yang perlu diperhatikan di atas, aturan pembatasan sosial tetap harus diikuti. Ini untuk melindungi diri dan anak dari Covid-19. Apa saja itu?Pertama, bila tidak ada keperluan yang sangat penting, sebaiknya anak dan orang tua yang sehat tidak keluar rumah. Selama di rumah, tetap berikan ASI dan makanan bergizi ada si kecil.
Bila ada anggota keluarga yang sedang batuk atau pilek, jauhi dulu. Selain itu, jangan lupa untuk mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir sebelum menyentuh bayi. Upayakan juga untuk tidak mencium si kecil. Terakhir, segera hubungi dokter bila sakit.
Menunda Imunisasi atau Tetap Sesuai Jadwal?
Meski sudah ada anjuran IDAI, kegalauan saya tidak langsung lenyap begitu saja. Apalagi saya tinggal di Bogor dengan tingkat penyebaran Covid-19 yang lumayan tinggi. Pertanyaan tentang menunda imunisasi atau tetap sesuai jadwal terus menggelayut dalam benak saya.
Apakah saya harus menunda imunisasi untuk Ghazy? Kalau ditunda, sampai kapan? Bagaimana dengan kemungkinan peningkatan jumlah kasus Covid-19 setelah saya menunda imunisasi?
Pertanyaan-pertanyaan itu yang kemudian saya pakai untuk diskusi dengan suami. Kami akhirnya sepakat untuk tidak menunda imunisasi Ghazy. Kalau berkaca dari negara-negara lain, Covid-19 tidak bisa selesai dalam waktu seminggu 2 minggu. Butuh waktu yang lama.
Kita tengok saja negara asal virus ini. Sejak Desember 2019 hingga tulisan ini dibuat, jumlah kasus Covid-19 masih ada juga. Meski sempat mengalami penurunan yang tajam.
Melihat hal ini, meski tinggal di area zona merah, akan lebih baik jika segera memberikan vaksin ke anak. Kita tidak tahu apakah bulan depan kasus akan bertambah atau tidak. Situasi saat ini memang mengerikan untuk pergi ke fasilitas kesehatan. Tapi kalau menunggu hingga 2 minggu atau bulan depan, bisa jadi kondisi lebih mengerikan lagi, bukan?
Persiapan Sebelum Imunisasi
Setiap pilihan pasti akan ada konsekuensinya. Ketika saya memilih untuk imunisasi anak saya sesuai jadwal, saya pun harus menyiapkan rentetan ikhtiar agar si kecil tidak tertular Covid-19. Mulai dari memilih fasilitas kesehatan tempat imunisasi hingga persiapan alat pelindung diri. Saya akan bahas satu per satu lebih detail terkait hal-hal ini berdasarkan pengalaman.1. Pilih fasilitas kesehatan
Dalam situasi semacam ini, datang ke rumah sakit adalah hal yang sebetulnya paling dihindari. Apalagi, kalau rumah sakit tersebut dijadikan rumah sakit rujukan pasien Covid-19. Itu sudah pasti akan saya coret dari list pilihan.Tapi, apakah imunisasi hanya bisa dilakukan di rumah sakit saja? Tentu tidak. Imunisasi dasar bisa didapatkan di fasilitas kesehatan lain, seperti puskesmas, klinik dokter atau bidan, atau rumah vaksin.
Bagaimana dengan imunisasi tambahan? Ini yang saya kurang tahu. Apakah ada di puskesmas atau klinik bidan terdekat atau tidak. Tapi kalau rumah vaksin dan rumah sakit biasanya ada. Tinggal cek ketersediaan stok vaksinnya saja.
That why, sesuaikan saja pilihan fasilitas kesehatan dengan kebutuhan masing-masing. Kemarin, saya antar Ghazy imunisasu di rumah sakit karena yang dibutuhkan bukan vaksin dasar, melainkan yang tambahan.
Intinya, cari fasilitas kesehatan yang sepi. Mau rumah sakit, rumah vaksin, puskesmas, atau klinik, pastikan tempat tersebut sepi. Kalau pun harus antre, tidak perlu antre terlalu lama.
Buat beberapa opsi fasilitas kesehatan juga yang memungkinkan untuk didatangi. Coba tanya ke tetangga, teman atau saudara yang punya anak pada usia di bawah 18 bulan. Tanyakan tempat mana yang biasa mereka kunjungi untuk imunisasi dan bagaimana kondisi tempat tersebut. Tanyakan pula apakah tempat tersebut direkomendasikan untuk imunisasi di sana.
Kalau di Bogor, bisa coba ke RS Azra yang katanya punya vaccin drive thru, bisa ke RS Ummi dan RS Hermina yang ruang layanannya udah kepisah. Bisa juga ke RSIA Bunda Suryatni yang nggak ramai. Mau ke Rumah Vaksin juga bisa. Saya carinya ke situ karena yang dibutuhkan Ghazy memang bukan vaksin wajib, tapi yang tambahan.
2. Hubungi fasilitas kesehatan
Setelah mempunyai list tempat, kini saatnya memastikan sendiri. Coba cari daftar kontak dari list fasilitas kesehatan yang kita miliki. Hubungi satu per satu. Daftar alamat dan kontak beberapa fasilitas kesehatan yang ada di Bogor bisa dilihat di sini ya.Tanyakan masing-masing faskes terkait pemisahan ruangan sesuai anjuran IDAI. Bila ruang tunggu dan layanan tidak dipisah, kita bisa mempertimbangkan apakah tempat tersebut biasanya ramai pasien atau tidak.
Pastikan juga vaksin yang dibutuhkan tersedia. Ini harus detail ya. Terutama bila ini adalah vaksin pengulangan.
Misal, mau imunisasi rotavirus. Sebelum ini menggunakan rotarix, tanyakan apakah vaksin ini ada. Karena untuk imunisasi rotavirus sendiri, bisa menggunakan rotarix, bisa juga rotateq.
Setelah sudah mendapatkan informasi dari list faskes yang kita buat tadi, saatnya memilih. Sebaiknya, pilih faskes yang dekat dari rumah. Selain itu, faskes yang dipilih juga telah dipastikan aman untuk membawa anak sehat ke sana. Tentunya, vaksin yang dibutuhkan tersedia juga.
3. Persiapkan alat pelindung diri
Anjuran terbaru Kemenkes terkait alat pelindung diri, bagi masyarakat yang hendak keluar rumah diwajibkan untuk mengenakan masker. Ini ditujukan untuk menghindari droplet dari orang-orang di sekitar.Masker yang digunakan untuk orang sehat tentunya bukan masker medis. Cukup gunakan masker kain biasa. Biar masker medis dipakai oleh orang-orang yang memang membutuhkan. Tenaga medis dan orang yang sakit, misalnya.
Wajibnya penggunaan masker ini tentu saja memunculkan pertanyaan baru. Apakah kita harus memakaikan masker pada bayi atau tidak?
Saya sempat galau juga dengan hal ini. Haruskah saya menyediakan masker untuk Ghazy atau cukup menghindari kerumunan saja? Pasalnya, selama ini kita diminta untuk menghindari hidung bayi tertutup agar bayi tidak kesulitan bernapas. Penggunaan masker pada bayi sudah pasti akan menutup area mulut dan hidungnya.
Namun, kalau saya tidak memakaikan masker ke anak saya, bagaimana saya tahu lokasi tersebut bebas dari virus korona? Sementara itu, dari informasi terbaru yang saya ketahui, virus ini tidak hanya menempel pada benda tertentu saja. Tapi juga bisa melayang di udara. Bila sirkulasi udara di tempat tersebut tidak baik, virus akan melayang-layang di sekitar tempat tersebut selama 3 jam.
Pernyataan dr. Kanya Fidzuno, SpA seakan menjawab kegelisahan saya akan masker ini. Menurut beliau, dalam kondisi pandemi virus corona seperti ini, bayi juga diharuskan menggunakan masker apabila terpaksa pergi ke tempat umum, seperti rumah sakit. Sebab, penularan virus corona dari manusia ke manusia bisa terjadi melalui percikan air liur penderita COVID-19 yang dikeluarkan saat bersin, batuk, atau bahkan bicara.
Selain masker, kita juga bisa memakaikan face shield untuk bayi. Ini bisa membuat sendiri. Ada banyak tutorialnya di Youtube. Selain itu, kita juga bisa membawa anak menggunakan stroller lalu menutup stroller dengan cover stroller.
Mau pakai yang mana saja terserah. Silakan sesuaikan dengan kondisi masing-masing. Kalau saya pribadi, saya pilih masker yang lebih ringkes dan tetap aman kalau Ghazy mendadak ingin digendong saja.
Kenapa mulutnya nggak ditutup saja pakai tangan?
Ini sangat amat tidak dianjurkan ya. Kondisi tangan ini yang paling riskan terkena virus dan bakteri dari mana-mana. Kita sendiri saja dilarang untuk menyentuh wajah terlalu sering. Ini kok malah mau ngebekep anak pakai tangan. Big no!
Nah, sebelum hari H, Ghazy perlu latihan menggunakan masker. Saya cek apakah dia nyaman menggunakan masker. Bagaimana reaksinya dan cara mengatasinya. Alhamdulillah, di sesi latihan pakai masker tidak ada masalah apapun. Ghazy tidak berontak atau menarik-narik maskernya.
4. Komunikasi dengan pasangan
Ini juga bagian yang tidak kalah penting. Meski cuma imunisasi saja, dalam kondisi pandemi seperti sekarang, perlu mengatur strategi agar tetap aman dari penyakit. Pembagian tugas harus jelas. Siapa dan apa saja yang harus dilakukan.Hari H Imunisasi Anak
Imunisasi di hari-hari biasa saja sudah cukup menegangkan bagi saya. Takut lihat anak disuntik. Khawatir setelah imunisasi jadi demam. Apalagi imunisasi saat pandemi. Hmmmm...
Saya yakin bahwa saya bukan satu-satunya yang merasa begini. It's okay takut. Toh, rasa takut ini juga yang membuat kita berpikir jauh ke depan untuk mengikhtiarkan segala perlindungan untuk anak. Ya, kan?
Hari H imunisasi rasanya betul-betul seperti mau perang. Saya ingatkan lagi suami saya terkait hal-hal yang perlu dia lakukan. Tapi, tahukah kalian? Tetap saja ada yang miss. Hmmmm... Sabar.
Kalau biasanya saya yang mengurus pendaftaran, kali ini saya minta suami yang handle ini. Biar suami saja yang daftar dan antre hingga dipanggil untuk imunisasi. Sementara itu, saya dan Ghazy menunggu di mobil.
Tidak lama, suami datang memanggil kami. Katanya sih sudah dipanggil. Ternyata, cuma dipanggil timbang badan saja. Padahal, ini bisa ditunda dulu. Setidaknya, saya dan Ghazy masuk saat nomor antrean tinggal satu.
Untungnya, Ghazy sudah pakai masker. Rumah sakit yang kami pilih juga amat sepi. Jadi lebih tenang.
Oya, sebelum masuk ke rumah sakit, kami diperiksa suhu tubuh kami. Bukan hanya saya dan suami saja, tapi Ghazy juga. Orang-orang yang punya suhu tubuh normal, kemudian diberi stiker hijau di baju. Ini memberi tanda bahwa kami orang sehat. Stiker ini juga memudahkan kami untuk menjauhi orang-orang yang tidak menggunakan stiker hijau ini.
Setelah imunisasi selesai, kami langsung pulang ke rumah. Kalau biasanya kami tunggu sebentar di rumah sakit, kali ini tidak. Kami betul-betul langsung pulang setelah urusan administrasi selesai tentunya.
Penutup
Menurut IDAI, bila kita tinggal di area dengan tingkat penyebaran tinggi, kita boleh menunda imunisasi pada anak. Tapi, semua kembali pada pilihan masing-masing. Toh, semuanya sama-sama mengandung konsekuensi. Mana yang minim resiko, kita tidak bisa memprediksi.Segala persiapan imunisasi yang dilakukan harus melihat kondisi anak masing-masing. Jangan memaksakan menggunakan cara tertentu, bila memang tidak memungkinkan. Terakhir, jangan lupa berdoa kepada Allah agar segala proses dimudahkan.