-->

Senin, 12 Agustus 2019

Amazing Tips Menghadapi Anak Tantrum


Serius, ini judulnya nggak lebay kok. Saya cuma mau share sebuah keajaiban yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri. Anak yang tantrum bukan main, lalu sepersekian detik kemudian sembuh tantrumnya.

Warbyasah!



Cerita dulu ya.

Umur segini, artinya jadi lebih banyak bergaul dengan ibu-ibu. Teman-teman kuliah yang dulunya nongkrong bareng juga udah mulai berubah menjadi ibu-ibu. Apalagi kanan kiri rumah, ye kaan, full of ibu-ibu. Ya namanya juga bertetangga. Ke kajian juga begitu.

Bergaul dengan ibu-ibu bikin saya jadi punya banyak sekali bahan untuk diamati, terutama perihal bagaimana sih caranya mengasuh dan mendidik anak itu? Saya belum punya anak sendiri. Saya juga nggak tahu nanti anak saya modelnya bakal seperti apa. Tapi nggak ada salahnya dong belajar dari contoh kasus yang real.

Dari hasil pengamatan ini, biasanya contoh penanganan yang nggak punya efek apapun ke anak akan saya cari tahu solusinya. Kalau yang tok cer, semuanya akan saya catat sebagai bahan referensi.

Salah satu contoh kasus adalah tentang tantrum ini. Dari aneka macam contoh, rasanya kasus ini aja yang susah banget dikendalikan. Dan, semua orang pasti akan mengalami. Punya anak bayi, belum bisa ngomong, caranya menyampaikan sesuatu ya dengan nangis. Seiring bertambahnya usia, mestinya dia lebih bisa mengkomunikasikan keinginannya dong ya. Tapi tantrum sering banget jadi senjata anak untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Saya jadi kepikiran sendiri gitu ngelihat yang begitu itu. Suka bertanya dalam hati, "gimana ya kalau nanti saya punya anak dan anak saya tantrum?"

Menjaga pikiran untuk stay waras dengan kondisi semacam itu nggak mudah lho. Saya yang lihat aja kadang kebawa nggak waras karena berisiknya tangisan anak ini. Apalagi ibunya. Ya berisik, ya malu karna dilihatin orang, ya capek karena anaknya meronta terus kan biasanya.

Penanganan Anak Tantrum Dulu vs Sekarang



Dulu, waktu kita masih kecil, penanganan anak tantrum biasanya diselesaikan dengan kekerasan. Anak tantrum, tabok. Atau kalau nggak, mata ibunya udah mau keluar semuanya. Lalu, tangannya udah diangkat tinggi-tinggi siap gebuk, jewer, nyubit, sabet, dan lain-lain. Kalau anak masih juga nangis, orang tua akan bilang begini.

"Diem! Mama bilang diem! Bisa diem nggak?"

Something like that lah ya.

Well, cara ini memang bisa bikin teriakan anak mereda. Tangisan anak yang awalnya kenceng banget jadi mimbik-mimbik aja. Tapi, apa iya itu cara terbaik untuk menangani anak tantrum?

Hari ini, dari segala macam sumber, kita tahu bahwa cara seperti ini tidak baik. Belum lagi luka batin yang ditimbulkan dari perilaku seperti ini. Dampaknya bisa jadi tidak terlihat hari ini, tapi bisa saja amat sangat mempengaruhi kondisinya saat dewasa nanti.

Belajar dari pengalaman pahit saat masih kecil, orang tua zaman sekarang biasanya lebih rajin lagi untuk belajar. Tujuannya supaya apa yang dulu dia alami, tidak terulang ke anak-anak mereka. Upaya untuk tidak menyakiti anak secara verbal maupun perbuatan dilakukan. Meski tidak menutup kemungkinan bocor juga. Sekali lagi, ini bukan hal yang mudah. Kalau pikiran nggak waras, pasti begitu itu. Tangan terayun atau mulut yang mengucap kat-kata kasar pada anak.

Siapa yang pernah begini? Yuk, ngacung.

Saya yakin, nggak ada orang tua yang jadi baik-baik saja setelah menyakiti anaknya. Rasa bersalah biasanya menyelimuti dirinya. Berjanji pada diri sendiri tidak mengulangi lagi. Sayangnya, janji itu kadang juga tidak bisa dia tepati sendikata7

Pikiran Saya Ketika Melihat Anak Tantrum



Saya belajar banyak dari serangkaian peristiwa yang saya lihat. Makin banyak belajar, makin banyak pula teori yang berputar dalam kepala saya saat melihat anak tantrum.

Biasanya, saya akan memposisikan diri sebagai ibu. Apa ya yang sekiranya akan saya lakukan kalau saya jadi ibu anak itu?

Opsi cubit, pukul, bentak, sabet, dan aneka rupa tindak kekerasan untuk membuat anak dia sudah pasti saya singkirkan jauh-jauh. Kondisi saya masih waras kok. Saya masih bisa berpikir jernih untuk memikirkan hal apa yang harus saya lakukan ketika menghadapi anak semacam ini.

Alih-alih opsi itu, saya akan coba mengulik memori saya pada apa saja teori yang pernah saya pelajari untuk menghadapi kondisi semacam ini. Bahkan cara mencegahnya.

Tapi, apa yang pernah saya lihat tentang bagaimana seorang ibu menghadapi anak tantrum, betul-betul meruntuhkan segala macam teori yang sudah pernah saya pelajari. Bukan. Bukan berarti teori-teori itu tidak penting. Hanya saja, ada hal yang jauh lebih penting yang sering kali kita lewatkan saat mendidik anak.

Amazing Tips Menghadapi Anak Tantrum



Dan, inilah yang ingin saya bagikan ke buibu sekalian. Saking amaze-nya saya dengan cara seorang ibu dalam mengendalikan anaknya yang tantrum.

Kejadian ini terjadi saat saya lagi kajian rutin. Ceritanya, ada seorang ibu yang bawa 2 orang anaknya. Anak pertama, usianya 8 tahun. Sedangkan anak kedua 5 tahun.

Perihal bawa ini sebetulnya bukan hal yang istimewa sih. Setiap kajian biasanya mereka juga ikut. Kemudian mereka asyik main sendiri sementara ibunya ngaji. Sampai sini, dunia damai.

Sore itu rupanya lain dari biasanya, 2 anak ini mendadak tantrum untuk 2 alasan yang berbeda.

Cerita Tantrum Part 1


Cerita pertama datang justru dari anak yang lebih tua yang pingin pinjam HP ibunya. Karena tidak ada kesepakatan apapun antara si ibu dan anak sebelum berangkat, tidak ada perjanjian bahwa di tempat kajian boleh pakai HP, ya tidak ada HP. Ibunya bersikukuh untuk tidak meminjamkan HP.

Ngambek dong dia. Mulai merengek-rengek pelan dan si ibu tetap mendiamkan anak ini. Merasa tidak diperhatikan, kitab ibunya diambil dan disembunyikan. Tapi dia gagal. Ibunya tetap mendiamkan anak ini.

Makin didiamkan, semakin keras juga upayanya untuk mencari perhatian ibunya. Mulai tuh, kerudung ibunya dimainkan. Perilaku menyakiti ibunya mulai dilancarkan.

Pada part 1 ini, saya agak miss dengan apa yang dilakukan ibunya. Tapi kemudian ada perubahan sikap pada si anak. Tiba-tiba dia luluh. Kitab yang tadi disembunyikan, dikembalikan dengan cara yang baik kepada ibunya.

Bibirnya memang masih cemberut. Dia juga masih menolak diajak ngobrol ibunya. Tapi sikapnya membaik dan dia pergi main sendiri.

Dunia damai lagi seketika. Saya kira, dia pergi karena capek marah-marah sendiri. Mungkin, kalau kalian melihat moment semacam ini juga akan berpikir hal yang sama.

Cerita Tantrum Part 2


Mari kita lanjutkan ke cerita kedua. Kalau tadi kakaknya yang tantrum, sekarang adiknya yang begitu.

Cerita berawal dari dia minta tukar uang jajan ke ibunya. Tapi ternyata, dia nggak cuma mau tukar uang saja. Dia juga minta uang jajan lebih. Tentu saja jawaban ibunya tidak.

Kisah selanjutnya bisa ditebak. Yes, si anak ini marah. Mulai teriak-teriak setiap kali ibunya menolak memberinya uang. Tapi jawaban ibunya tetap sama, NO!

Semakin menjadi dong. Dari cuma teriak-teriak jadi gulung-gulung sendiri. Suasana kajian yang mulai tenang tadi, kembali tidak kondusif. Berbeda dengan kasus yang pertama, tantrum adeknya ini nggak cuma bikin konsentrasi buyar, tapi juga bikin kesel sendiri. Berisik banget soalnya.

Gemes banget sama si anak ini. Makin gemes lagi ketika si anak mulai mukul-mukul ibunya. Rasanya pingin pegang tangan si anak dan bilang, "itu sakit, Nak. Kasihan Ummi."

Tapi ya siapa saya? Dia juga bukan anak saya. Komentar saya bisa jadi justru akan memperburuk perkara yang ada. Jadi, saya memilih untuk diam.

Saya salut dengan ibu ini yang bisa stay calm dengan kondisi semacam ini. Bawa 2 anak dan keduanya tantrum bergantian. Saya yang lihat aja jengah lho.

Satu sikap yang ibu ini berikan ke si kecil saat dia mulai teriak-teriak tak terkendali. Mempersilakan dia keluar dengan kata-kata yang lembut.

"Silakan keluar kalau mau nangis. Di dalam ada kajian. Kalau mau di dalam diam," katanya sambil membukakan pintu.

Berhasil? Tidak semudah itu, Esmeralda. Si anak masih tetap teriak-teriak dan memukul. Lalu, ini yang beliau lakukan.

"Sini, Ummi bisikin sesuatu. Tadi Mas juga marah sama Ummi, terus Ummi bisikin jadi baik. Penasaran nggak Ummi bisikin apa?"

Saya tahu kalau anak ini sebetulnya penasaran. Tapi dia memilih mengelak. Mungkin karena gengsi.

Adegan selanjutnya ini yang agak lucu. Kedua ibu dan anak ini saling kejar-kejaran. Ibunya kekeuh ingin membisiki sesuatu, sedangkan anaknya enggan untuk dibisiki. Pada moment ini, saya sendiri sampai bingung, ini anaknya masih nangis apa udah ketawa sih?

Moment kejar-kejaran inu tidak berlangsung lama. Setelah itu, ibunya berhasil menangkap anaknya dan membisikkan sesuatu ke kedua telinganya secara bergantian.

Ajaib. Anak yang tadi tantrum dan sulit sekali dikendalikan mendadak jadi tenang. Ini yang bikin saya amaze, anak itu tersenyum! Lalu pergi main bersama kakaknya seakan tidak pernah terjadi apapun.

Apa sih yang Dibisikkan Sang Ibu?


Kalian mungkin juga sama penasarannya dengan saya. Kalimat apa yang begitu ampuh menenangkan 2 anak tantrum ini.

"Tadi mereka saya doakan di kedua telinganya. Dari pada saya ngomong macem-macem ke mereka, saya doakan saja," akunya.

Lalu, beliau sampaikan tentang doa yang dibisikkan ke kedua telinga anak-anaknya. Pertama, dibacakan ta'awudz. Kemudian, beliau bacakan doa untuk menghindarkan diri dari keburukan.

Ini doanya.

??????? ??????????? ????? ???????????? ???? ????? ??? ??????

Artinya :
"Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan apa saja yang Dia ciptakan."

Saya belum pernah coba doa ini ke anak saya. Iyalah, anaknya belum release. Wkwkwk. Tapi saya pernah coba bacakan ini 3 kali saat ada anjing yang terus menyalak ke saya dan suami. Hasilnya, anjing ini mendadak tenang.

Bukan berarti saya menyamakan antara anjing dan anak manusia ya. Bukan. Bukan begitu. Tapi fungsi doa ini adalah memohon keburukan dari makhluk yang Allah ciptakan. Ini bisa apa saja. Ya jin, teluh, sihir, anak manusia yang godain mulu, hewan-hewan, dan lain-lain.

Kalau nggak percaya, silakan dicoba sendiri.

Hikmah dari Peristiwa Ini


Yes, that's true. Kita memang butuh banget ilmu parenting untuk ngasuh dan didik anak-anak kita. Butuh tahu ilmunya supaya bisa handle anak ketika dia tantrum atau yang lain. Setidaknya, dengan ilmu ini bikin kita jadi lebih tenang menghadapi situasi yang terjadi.

Ketika anak mulai menguji iman, itu saatnya kita terapkan segala rupa teori parenting yang pernah kita pelajari. Berharap, semoga salah satunya bisa membantu menyelesaikan masalah. Ikhtiar semaksimal mungkin.

Tapi, jangan lupa yang satu ini. Minta tolong sama Allah. Bukan kita lho yang bisa mengendalikan hati anak. Tapi Allah. Nggak ada yang nggak bisa dan nggak mungkin kalau Allah sudah berkehendak.

Macem contoh kasus di atas. Ini bukti bagaimana mudahnya Allah mengendalikan hati seseorang. Bayangin aja, dari setantrum itu kemudian jadi ketawa-ketawa biasa macem nggak ada apa-apa. Masyaa Allah.