-->

Kamis, 11 Juli 2019

Metamorfosis Tulisan: dari Tukang Typo sampai Nulis Buku

"Layaknya ulat yang menjadi kupu-kupu, tulisan pun sama, dia hanya perlu dilatih terus menerus untuk mengubah sesuatu yang terlihat menjijikkan pada awalnya menjadi sesuatu yang indah dan dikagumi banyak orang." - Lelly Fitriana


metamorphosis

Banyak sekali orang yang ingin berbagi lewat tulisan tapi berdalih, "aku nggak bisa nulis." Pada akhirnya, keinginannya terus menjadi angan semu karena dia sendiri tidak pernah mengupayakan hal itu menjadi nyata.

Saya percaya bahwa setiap orang-orang yang sukses punya jalan cerita bagaimana dia memulai dan mengupayakan semuanya. Peluhnya, air matanya, tenaganya, dan semuanya yang nggak bisa kita lihat hari ini. Kita cuma bisa lihat sosoknya yang sudah matang, sukses, dan memetik semua jerih payah yang dia upayakan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun silam.

Kita bisa lihat J.K Rawling dengan karya legendarisnya, Harry Potter, tapi kita nggak pernah lihat bagaimana dia mulai menulis, bagaimana dulu dia pernah ditolak aneka penerbit, bagaimana miskinnya dia sebelum bukunya mendunia. Kita bisa lihat Tere Liye yang banyak bukunya jadi best seller, tapi kita nggak pernah tahu dulu dia memulai sebagai penulis semacam apa, berapa banyak tulisan yang dia hasilkan, dan bagaimana dia hingga bisa sampai seperti sekarang.

Jadi, semuanya pasti bisa. Termasuk, saya dan kamu. Kita mau apa? Upayakan terus, terus, dan terus sampai bisa.

Banyak orang yang punya mimpi ingin menulis buku, pingin jadi ini, pingin jadi itu, tapi terlalu cepat untuk menyerah. Bahkan ada yang tidak memulai sama sekali. Ya mana bisa?

stiker muslimah


Layaknya tumbuhan yang bertumbuh, manusia pun demikian. Apa yang kita upayakan, selama kita tekun melakukannya, perubahan pasti akan terjadi. Kalau dulu kita jijik dengan karya kita, tidak puas, merasa jelek sekali bahkan tidak layak untuk dilihat orang lain. Hari ini pasti kita bisa melihat perubahan real yang terjadi. Coba bandingkan, meski hari ini belum sepenuhnya baik, tapi selalu ada progress nyata, perubahan yang jauh lebih baik. Hari ini mungkin kita nggak bisa sebut karya kita sudah secantik kupu-kupu, tapi setidaknya, dia bukan lagi ulat yang menyebalkan. Barangkali, sekarang dia tengah menjadi kepompong yang berproses menjadi kupu-kupu.

Demikian juga dengan saya dan tulisan-tulisan saya. Saya berproses. Dari si tukang typo, kemudian bisa nulis buku. Semua ada prosesnya. Dan di tulisan ini, saya akan bercerita bagaimana segala proses itu terjadi.

Kapan Mulai Menulis?

nulis


Dari kecil, ada 2 hal yang saya suka. Menulis dan menggambar, yang sayangnya 2 hal ini nggak pernah dilirik oleh orang tua saya. Alih-alih didukung untuk semakin terampil, malah diarahkan ke hal lain yang saya nggak suka sama sekali.

Jadi, kalau ditanya kapan saya mulai menulis, jawabannya setelah saya mampu membuat kalimat sendiri. Ya, dari SD. Percaya atau tidak, saya suka mendengarkan teman saya bercerita, saya dengarkan ceritanya, lalu saya tuliskan kembali dalam buku saya. Tidak banyak, paling panjang separuh halaman buku tulis kecil. Tapi rutin.

Jangan ditanya lagi bagaimana saya menikmati pelajaran Bahasa Indonesia dulu, terutama ketika guru kami memberi tugas mengarang. Saya menikmatinya. Saya menikmati cerita yang saya buat. Saya menikmati bagaimana jemari saya terus menari di atas kertas.

Masuk SMA, saya ikut ekstra kurikuler Pecinta Alam. Anehnya, di sini saya justru menemukan ruang untuk menulis. Para pengurus memberi saya tugas untuk mengasuh bulletin bulanan yang akan kami sebarkan ke sekolah sebagai media promosi. Isinya tentang kegiatan kami dan hal-hal menarik lainnya.

Mulai Nge-blog


blog


Akhir SMA, buku Raditya launching dan mulai menjadi perhatian banyak anak muda saat itu. Dari curhat di blog, bisa jadi buku yang dibaca oleh banyak orang. Siapa sih yang nggak mau? Saya juga mau. Dari sini, lahir cita-cita baru untuk bisa menulis buku sendiri. Meski saya tidak pernah tahu bagaimana caranya. Apa yang saya tahu hanya menulis.

Kira-kira tahun 2010, saya mulai membuat blog yang diisi dengan aneka opini saya. Tahun 2014, saya pindah ke platform lain, yaitu Tumblr. Nemu komunitas di sana dan tulisan saya mulai banyak dibaca oleh banyak orang hingga akhirnya Tumblr diblokir dan saya non-aktifkan. Tahun 2018, saya mulai lagi blog baru dengan semangat yang baru dan nuansa yang baru. Kali ini blog bukan hanya saya pakai untuk belajar menulis, tapi saya ingin menulis untuk banyak orang. Tulisan saya harus bisa dibaca dan oleh banyak orang lagi.

Nulis Buku

kitab


�Aku pingin nulis buku, Mbak, tapi aku nggak tahu gimana cara mulainya,� itulah curhatan saya ke salah satu teman saya. Namanya Mbak Dea. Para tumbloger pasti kenal dia siapa, Dea Mahfudz yang sering gonta-ganti nama akun, tapi sering juga tulisannya dicari.

�Tulis aja dulu, Lel. Aku juga pingin bikin buku dan sekarang lagi ngumpulin naskahnya.�

�Iya, ini juga lagi ngumpulin dan belajar. Maunya sih buku pertama bisa bagus gitu.�

�Nggak bagus juga nggak apa-apa. Manusia berproses. Buku kita juga begitu. Tulis aja dulu, kalau udah siap, mau bagus atau nggak, terbitin aja. Biar pembaca yang menilai dan kita belajar dari proses itu.�

Sejatinya, saya nggak setuju dengan Mbak Dea. Hahahaha� Saya ini agak perfeksionis. Maunya langsung bagus. Langsung cantik. Langsung cetar. Tapi nunggu begitu, karya saya nggak kunjung release. Di akhir tahun 2017, saya abaikan idealisme saya dan mulai menulis aneka macam proyek antologi hingga sekarang.

My Strong Why

azam


Percaya atau tidak, saya mulai nulis karena saya kesulitan mengungkapkan isi pikiran saya pada orang lain. Waktu kecil saya kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Jadilah, semua uneg-uneg itu tertuang dalam tulisan. Saya ramai di atas kertas, sedangkan secara personal saya pendiam.

Orang-orang yang kenal saya sejak kuliah, pasti sulit mempercayai hal ini. Mana ada orang yang sering eksis di mana-mana, hobi menyuarakan pendapatnya, dibilang pendiam?

Tapi itulah faktanya. Itulah saya dulu. Ketika saya menjadi orang yang tak kasat mata, sosok yang kehadirannya jarang diperhitungkan oleh orang lain. Hadir atau tidak tak ada bedanya.

Seiring perubahan yang terjadi dalam diri saya. Dari pendiam, jadi orang yang lumayan sering tampil dan dicari, tujuan saya pun mulai bergeser. Saya tidak lagi menulis untuk diri saya sendiri, tapi saya juga ingin berbagi pada lebih banyak orang. Saya ingin tulisan-tulisan saya bisa bermanfaat tidak hanya untuk saya, tapi juga untuk banyak orang. Bahkan, lebih baik lagi, jika apa yang saya tulis bisa merubah paradigma seseorang.

Saya ingin hidup dalam kehidupan yang baik, maka di sanalah saya menulis. Mengajak orang lain bergerak melalui tulisan-tulisan saya.

Setapak Demi Setapak Menuju Kesuksesan

jalan


Dari judul tulisan ini, sebetulnya sudah amat sangat tergambar siapa saya dulu. Bagaimana tulisan saya dulu.

Alay? Sudah pasti. Banyak typo. Iya banget. Alur ke mana-mana. Gue banget tuh.

Saya pernah membaca ulang tulisan-tulisan yang pernah saya tulis beberapa tahun lalu dan saya cuma bisa ngelus dada. Apalah ini? Bikin sakit mata kali tulisan ini.

Seperti yang sudah pernah saya sampaikan di atas, bahwa manusia berproses. Tulisan saya yang super nggak jelas itu juga terus berproses. Dan inilah langkah demi langkah yang dulunya saya lakukan hingga bisa sampai seperti sekarang.

1.   Terus Menulis

�Kalau kamu mau bisa nulis ya terus aja nulis.�

Itu yang dari dulu saya pegang kuat-kuat. Saya nggak peduli sejelek apa tulisan saya dulu. Seacakadut apa dan sealay apa. Hal yang paling penting bagi saya adalah terus menulis. Menuangkan segala hal dalam pikiran saya yang mungkin sulit untuk disampaikan secara langsung lewat lisan.

Hal ini juga yang terus saya lakukan hingga sekarang. Terus menulis. Di media mana pun. Nggak bisa pegang laptop, nulis di HP. Nggak bisa blogging, bikin instastory. Nggak bisa pegang gadget, nulis di kertas.

2. Gabung Komunitas Menulis

Gabung ke komunitas menulis mempertemukan saya dengan banyak orang yang punya kecintaan yang sama. Di sana, saya jadi belajar banyak hal. Belajar buat menjalin relasi antar penulis, berbagi ilmu, dan menantang diri untuk keluar dari zona nyaman.

Komunitas yang membuat tulisan saya makin banyak dibaca oleh orang lain. Komunitas yang membuat saya punya semangat untuk terus belajar dan memperbaiki diri.

3.   Ikut Kelas Menulis

Selain ikut dalam beberapa komunitas, saya juga ikut banyak sekali kelas menulis. Dari kelas gratis sampai yang berbayar ratusan ribu rupiah. Saking pinginnya belajar dan meningkatkan kualitas tulisan. Dari kelas itu saya mulai ngeh kalau kita nulis dan ditujukan tidak untuk diri sendiri, kita juga perlu berempati dengan orang yang baca. Editornya dan pembaca kita sendiri. Kita perlu belajar self-editing untuk meminimalisir kesalahan.

Dulu, tiap kali blogging, setelah nulis pasti langsung saya publish tanpa pernah mengecek kesalahan apa saja yang sudah saya lakukan. Alhasil, ya tulisan yang bikin sakit mata itu. Saya nggak bisa bayangin kalau tulisan semacam itu saya kirim ke redaktur media tertentu atau bahkan penerbit. Sudah pasti akan dibuang dalam hitungan detik.

Kenapa? Pekerjaan editor sudah berat dengan harus mengecek banyak naskah setiap harinya. Kesel banget pasti kalau dalam kondisi seperti itu nemu tulisan yang alay bin banyak typo-nya.

Kelas nulis ini yang membawa perubahan besar dalam tulisan-tulisan saya. Perubahan yang eksponensial. Semua itu karena saya udah tobat nulis semau saya lagi. Tobat untuk langsung publish tanpa self-editing terlebih dahulu. Bahkan, saya mulai belajar menulis secara terstruktur dengan menggunakan outline.

4.   Tantang Diri Sendiri

Punya komunitas dan bekal-bekal yang sudah didapatkan dari aneka kelas menulis yang bikin saya makin PD untuk menantang diri sendiri. Kalau mau nge-blog, nggak mau yang biasa-biasa aja. Saya mau jadi pro. Belajar SEO, percantik blog, ganti domain, dan banyak hal lain saya lakukan. Termasuk ikutan banyak lomba blog. Alhamdulillah, tiap kali pingin honeymoon sama suami selalu dapet hadiah voucher tiket pesawat atau hotel untuk liburan kami.

Saya juga mulai nulis buku. Start dari akhir tahun 2017, saya mulai nulis buku antologi. Lumayan banyak ikutan proyek antologi dengan berbagai tema. Nggak semuanya saya suka sejujurnya. Tapi karena ceritanya untuk belajar bikin buku, saya lakukan aja. Alhamdulillah, sudah launching 4 buku dan semuanya launching di tahun yang sama, tahun ini.

Tahun ini, saya mulai meminimalisir ikutan proyek antologi. Sebagai gantinya, saya mulai kirim outline tulisan ke penerbit. Belum tahu apakah outline itu diterima atau tidak. Doakan ya.

Oya, sebetulnya saya sudah pernah bikin buku sendiri. Sebelum aneka macem antologi itu launching, saya sudah bikin buku saku yang saya bagikan sebagai souvenir pernikahan saya. Itu juga bikinnya challenging banget alias dadakan.

Harapan ke Depan

harapan


Saya bersyukur atas segala pencapaian yang sudah saya dapatkan hari ini. Saya tahu bahwa tulisan saya masih jauh dari kesempurnaan. Tapi tiap kegagalan yang saya dapatkan kemarin-kemarin, alhamdulillah selalu jadi bahan belajar baru lagi.

Harapan saya ke depan, blog ini bisa terus berkembang supaya saya bisa berbagi ke lebih banyak orang lagi. Buku-buku antologi saya yang lain dan masih macet di penerbit maupun editor semoga bisa segera launching. Satu lagi, outline novel yang kemarin saya kirim ke penerbit juga bisa lolos. Kalau itu lolos, novel itu akan jadi buku solo pertama saya. Mohon doanya ya.


Sebuah Pesan Cinta

surat


Teruntuk siapa pun yang sudah baca tulisan ini, saya mau ucapkan banyak sekali terima kasih karena udah mau meluangkan sekian menit untuk baca kisah perjalanan saya.

Teruntuk siapa pun yang hari ini punya cita-cita yang sama dan nggak PD dengan karyanya, don�t worry and keep writing. Berhenti mengkhawatirkan ini itu. Berhenti untuk menuntut kesempurnaan tulisan karena kalau kita nunggu tulisan kita sempurna dulu, dijamin nggak bakalan jadi. Siapkan diri bukan untuk hasil terbaik tapi untuk menjalani segala proses yang sudah dipilih.

Ingat, di balik kesuksesan seseorang ada aneka macam kisah pahit yang berhasil mereka sembunyikan dan laluu dengan sangat apik. Ada kerja keras, ada peluh, ada aneka macam doa yang dipinta ke langit.

Kalau mereka bisa sukses, saya dan kamu pun pasti bisa. 

stiker semangat