-->

Sabtu, 19 Desember 2020

Kekurangan Zat Besi sebagai Ancaman Serius Generasi Emas 2045 Indonesia

Kekurangan zat besi


Bulan lalu, saya harus bergelut dengan drama tumbuh gigi Ghazy. Sudah pusing membujuk Ghazy agar mau makan, makin pusing lagi melihat angka timbangan berat badannya yang diam di tempat. Saya sempat curhat ke salah satu teman. Lalu, dia menyarankan agar saya memantau berat badan Ghazy. Kalau bulan ini berat badan Ghazy masih juga sama, maka saya harus segera memeriksakan kondisinya ke dokter spesialis anak. Semisal ada Anemia Defisiensi Besi (ADB) bisa segera diatasi.

Jujur, gara-gara teman saya ini saya jadi kepo dengan apa itu ADB pada anak. Apa pengaruhnya? Bagaimana cara mencegahnya? Kalau ada indikasi ke saana, apa yang harus saya lakukan ke Ghazy. Alhamdulillah, semesta mendukung. Hari Kamis, 17 Desember 2020 kemarin saya mendapat undangan talk show dengan tema "Kekurangan Zat Besi Sebagai Isu Kesehatan Nasional di Indonesia dan Dampaknya Terhadap Kemajuan Anak Generasi Maju". 

So, kali ini saya akan bercerita tentang apa saja yang saya dapatkan dari talk show tersebut.


kekurangan zat besi


Isu Kesehatan Nasional Terkait Anemia Defisiensi Besi

Menurut data Riskede 2018, satu dari tiga anak Indonesia yang berusia di bawah lima tahun tercatat mengalami anemia. 50-60% kejadia yang terjadi disebabkan oleh kekurangan zat besi. Bila ini tidak ditangani dengan baik, cita-cita bangsa untuk mewujudkan Generasi Emas Indonesia di HUT Indonesia ke 100 tahun tidak akan berjalan secara optimal.

Kenapa demikian?


kekurangan zat besi



Menurut Arif Mujahidin, Corporate Communications Director Danone Indonesia, tercapai atau tidaknya mimpi bangsa terkait Generasi Emas 2045 ditentukan oleh kualitas anak-anak yang saat ini masih balita. Sayangnya, satu dari tiga balita Indonesia ternyata punya resiko menghadapi tantangan tumbuh kembang yang sifatnya permanen dari kekurangan zat besi. Tentunya ini akan menghambat upaya negeri ini untuk lebih berprestasi lagi.

Padahal, setiap anak memiliki hak untuk maju dan berprestasi. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama agar hak tersebut dapat terpenuhi. Untuk itu, Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia ingin mengajak para orangtua untuk memberikan perhatian khusus dalam memastikan kebutuhan harian gizi anak dapat terpenuhi dan terserap dengan baik, termasuk zat besi.

Anemia Defisiensi Besi dan Efeknya terhadap Kesehatan


kekuranban zat besi


Ini merupakan materi pertama yang disampaikan  oleh dr. Nurul Nurul Mutu Manikam, M. Gizi, SpGK  dan dipandu oleh Dr. dr. Ray Basrowi, MKK.  Materi ini dibuka dengan penyampaian data masalah anemia di Indonesia pada ibu hamil dan anak. Dari data yang ada, proporsi anemia ibu hamil pada ibu hamil meningkat mennjadi 48,9 % jika dibandinkan dengan data tahun 2013 (37,1%). Bahkan, data ini pun lebih tinggi dibandingkan data prevalensi anemia pada kehamilan (38%). Kebanyakan, ini dialami oleh ibu hami yang berusia 15-24 tahun. Hal ini bisa jadi karena ibu belum mempersiapkan dengan baik kehamilannya.

Sementara itu, masa kritis anemia terjadi pada usia 6 bulan hingga 3 tahun. Ini karena pada masa itu, kebutuhan zat besi dan zat gizi lainnya meningkat. Anak juga mengalami masa pertumbuhan yang cepat. Sayangnya, pemenuhan zat besi pada anak masih kurang karena anak kurang suka mengkonsumi hewani yang kaya akan zat besi. Berdasarkan data, 47% anak di dunia mengalami anemia. 50-60% di antaranya terjadi karena defisiensi zat besi. Artinya, satu dari tiga anak di dunia mengalami anemia defisiensi besi.

Dampak Anemia pada Ibu selama Kehamilan

Anemia pada ibu hamil bukan sesuatu yang bisa disepelekan. Karena anemia ini, kemungkinan kelahiran prematur bisa saja terjadi. Anak yang lahir pun bisa memiliki berat badan lahir yang rendah, yaitu <2500 gram. Anemia ini juga bisa membuat ibu mudah merasa lelah, letih dan lesu. Komplikasi pendarahan saat persalinan pun menjadi semakin meningkat. Selain itu, ibu hamil juga bisa mengalami keluhan jantung dan pembuluh darah (palpitasi/berdebar, tensi menurun) dan pembesaran otot jantung.

Jujur, penjelasan beliau ini membuat saya flash back pada masa kehamilan Ghazy. Di trimester ketiga, tanda-tanda yang disampaikan oleh beliau ini banyak sekali terjadi pada saya. Ini akhirnya menjawab pertanyaan kenapa di bulan terakhir sebelum kelahirannya, berar badan Ghazy tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dia memang tidak sampai punya berat badan lahir yang rendah. Tapi, beratnya saat itu sangat minimalis.

Efek Defisiensi Besi Anak

Lalu, bagaimana dampaknya pada anak? Ternyata, ini juga tidak kalah mengerikan. Defisiensi besi pada anak akan memberikan dampak jangka pendek dan panjang. Untuk dampak jangka pendeknya, defisiensi besi dapat membuat anak mengalami penurunan kognitif atau kecerdasan (IQ). Tidak hanya itu saja, fungsi otaknya juga bisa mengalami penurunan. Perhatian, pendengaran serta kemampuan visual anak jadi berkurang. Akibatnya, anak akan kesulitan menangkap apa yang disampaikan olen guru di sekolah. Efek jangka pendek yang diakibatkan oleh defisiensi besi ternyata tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Hal ini ternyata juga akan mempengaruhi fungsi motoriknya.

Sedangkan efek jangka panjangnya, performa anak di sekolah bisa mengalami penurunan. Anak jadi kesulitan membaca, menulis, bahkan berbahasa. Anak juga jadi kurang tanggap terhadap lingkungan sekitarnya. Dan, hal yang menurut saya tidak kalah mengerikan lagi adalah anak jadi kurang aktif bergerak, perhatiannya berkurang, kurang responsif, tidak ceria, dan mudah lelah.

Peran Zat Besi pada Tumbuh kembang Anak

Dampak yang terjadi pada anak, rupanya tidak lepas dari peran zat besi pada tumbuh kembang anak. Zat besi ternyata punya pengaruh dalam pembentukan komponen myelin saraf otak. Zat besi juga bisa membantu pembentukan dan fungsi neurotransmitter di otak. Selain itu, zat besi juga menjadi kofaktor enzim dan transporter serotonim, dopamin dan norepinefrim. Jadi, jelas saja anak mengalami penurunan kecerdasan bila pembentukan komponen myelin saraf otak dan fungsi neurotransmitternya bermasalah.

Selain itu, zat besi juga mempunyai peran dalam membantu perkembanban motorik, perilaku dan emosi anak. Bila ini tidak terpenuhi, anak bukan hanya mengalami masalah dalam mengendalikan emosinnya, tapi juga jadi kurang aktif dan ceria.

Untuk menghindarkan anak dari defisiensi besi, kita bisa mengamati apa yang terjadi pada anak. Secara klinis, anak akan mengalami keluhan seperti mudah lelah, pusing, pucat, dan pika atau lebih suka mengunyah atau makan benda tertentu. Ini langsung membuat saya deg-degan sih. Pasalnya, Ghazy ini lumayan suka pika. Alih-alih makan nasi atau snacknya, dia lebih memilih makan kertas. Saya bahkan baru tahu kalau ini merupakan salah satu indikasi klinis dari kekurangan zat besi.

Selain uji klinis, kekurangan zat besi tentunya dapat dilihat melalui pemeriksaan laboratorium. Anak yang mengalami difisiensi besi akan mengalami penurunan Hb.

Penyebab Kekurangan Zat Besi

Ada beberapa faktor yang bisa membuat anak kekurangan zat besi.
  1. Terlambat memperkenalkan MPASI pada anak. Kalau anak mestinya mendapatkan MPASI pada usia 6 bulan, ternyata tidak didapatkannya.
  2. Pola konsumsi yang kurang asupan protein, terutama protein hewani.
  3. Kurangnya konsumsi fortifikasi zat besi dalam makanan yang membantu pemenuhan kebutuhan zat besi harian anak
  4. Pemberian suplementasi zat besi yang tidak sesuai indikasi
  5. Tidak oatuh minum suplementasi karena keluhan mual
  6. Penyerapan zat besi yang tidak optimal

kekurangan zat besi


Upaya Pencegahan Kekurangan Zat Besi


Selain mengetahui bahaya dan penyebab dari kekurangan zat besi, kita juga perlu tahu bagaimana cara pencegahannya. Tentunya, ini agar anak-anak kita tidak mengalami hal-hal yang tidak kita harapkan di atas.

1. Melakukan uji saring pemeriksaan hemoglobin

Supaya tahu bagaiaman kondisi anak kita, cara yang paling akurat untuk mengetahui apakah anak kita mengalami kekurangan zat besi atau tidak ya dengan cara melakukan uji saring pemeriksaan. Kondisi klinis anak akan dipantau. Bila dibutuhkan, pemeriksaan laboratorium pun harus dilakukan.

2. Konsumi makanan sumber zat besi

Selain uji saring pemeriksaan, kita juga memberikan si kecil makanan yang kaya zat besi untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Sumber makanan yang mengandung zat besi ini banyak sekali. Ada hari ayam, daging merah, kuning telur, daging unggas, ikan, udang, dan tiram. Selain sumber zat besi hewani, ternyata ada juga sumber zat besi nabati. Ini merupakan kelompok kacang-kacangan, sayuran hijau dan biji-bijian.

Selain sumber makanan yang mengandung zat besi, anak juga butuh nutrien lain yang membantu penyerapan zat besi. Nutrien tersebut adalah protein, asam askorbat (Vitamin C), kuprum (Cu), Vitamin B6, B12, asam folat dan seng (Zn). Bukan hanya itu, kita juga perlu memilih makanan yang mampu membantu penyerapan zat besi, contohnya makanan yang kaya Vitamin C. Selain itu, kita juga perlu menghindarkan anak dari makanan yang mampu menghambat penyerapan zat besi. Contohnya, tannin yang ada dalam teh dan kopi, asam oksalat yang ada pada buah berry, coklat dan teh, fitat, serat, fosvitin yang ada dalam kuning telur, dan mineral lainnya seperti seng kalsium, magnesium, dan fosfor.

3. Konsumsi minuman yang difortifikasi zat besi

Makanan yang kaya sumber zat besi, adakalanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan zat besi anak. Ini bisa jadi karena anak menolak makanan yang sudah kita siapkan dengan banyak alasan. Untuk itu juga, pemberian fortifikasi zat besi juga bisa ditambahkan untuk memenuhi kebutuhan zat besinya.

Optimalkan Tumbuh Kembang Anak


tumbuh kembang anak


Selain dari segi gizi, kita juga perlu melakukan stimulasi untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Dalam webinar tersebut, bersama dengan Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si., Psikolog kami belajar bagaimana caranya. 

Ada beberapa aspek tumbuh kembang anak yang perlu kita perhatikan. Ada aspek kognitif-bahasa, emosi-sosial, dan fisik-motorik. Aspek kognitif-bahasa akan mempengaruhi anak untuk dapat berpikir cepat. Aspek emosi-sosial dapat membantu anak untuk meningkatkan kepercayaan diri, aktif bersosialisasi dan menjadi anak tangguh. Sedangkan aspek fisik dan motoriknya akan mampu membantu anak untuk tumbuh tinggi.

5 Potensi Prestasi Anak


Aspek-aspek yang dimiliki anak ini akan dapat membantu anak untuk mengembangkan potensi prestasinya. Apa saja itu?

1. Berpikir cepat

Ini merupakan kemampuan anak untuk mengolah suatu informasi secara mendalam, kritis, cerdas dan kreatif. Bila ini tidak tercapai, anak jadi mudah terdistraksi, pelupa, lambat paham, mudah tertipu, dan juga berpikiran tertutup.

2. Tumbuh Tinggi

Tumbuh tinggi merupakan perkembangan tubuh menjadi tinggi, kuat, sigap, fleksibel, luwes, lincah, dan terampil. Bila potensi ini tidak tercapai, anak akan menjadi kaku, lemas, mudah capek, canggung, dan tidak seimbang.

3. Percaya Diri

Kita sering menganggap bahwa percaya diri adalah tentang kemampuan anak untuk tampil ke depan. Padahal, percaya diri bukan itu. Percaya diri merupakan keyakinan anak tentanb kemampuan dirinya. Bila hal ini tidak tercapai, anak akan jadi mudah cemas, ragu-ragu dan mengalami banyak masalah.

4. Tangguh

Ini merupakan kemampuan anak untuk mengatasi stress pada situasi menantang. Bagaimana bila anak gagal menjadi tangguh? Anak akan kesulitan menyelesaikan masalahnya, banyak mengalami kegagalan dan akan menghadapi banyak sekali hambatan.

5. Aktif Bersosialisasi

Potensi prestasi ini merupana kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain dengan menampilkan keterampilan sosialnya. Bila ini tidak tercapai, anak akan menjadi minder, kesepian, sulit beradaptasi, dan sulit mendapatkan peluang.

Dampak Kekurangan Zat Bezi pada Psikologis Si Kecil


kekurangan zat besi


Sebagai orangtua, kita perlu sadar bahwa anak kita butuh pemenuhan nutrisi yang lengkap dan juga stimulasi yang tepat. Salah satu nutrisi yang anak  kita butuhkan adalah zat besi. Bila anak kita mengalami kekurangan zat besi, kondisi psikologisnya juga akan terpengaruh. Adapun dampak-dampaknya adalah sebagai berikut:
  1. Tumbuh kembang anak terhambang
  2. Kualitas tidur bermasalah
  3. Kecerdasan tidak optimal
  4. Mudah marah
  5. Resiko lebih besar alami masalah kesehatan mental
Kelima hal ini, tentunya akan mempengaruhi 5 potensi prestasi yang anak miliki. Potensi prestasi yang mereka punya jadi tidak berkembang secara optimal.

Stimulasi untuk Optimalkan Tumbuh Kembang Si Kecil

Selain pemberian nutrisi, anak juga butuh diberikan stimulasi agar mampu berpikir cepat, tumbuh tinggi, percaya diri, tangguh, dan aktif bersosialisasi. Cara yang bisa kita lakukan untuk menstimulasi anak adalah sebagai berikut.

Stimulasi Berpikir Cepat

  1. Ajari anak bicara dengan lebih jelas
  2. Perbanyak kosakata dengan membaca buku dan mengajak anak mengobrol
  3. Bermain teka-teki bersama anak

Stimulasi untuk Tumbuh Tinggi

  1. Pastikan gizi anak tercukupi, termasum zat besinya
  2. Berikan ruang aman untuk anak bergerak
  3. Perbanyak kesempatan beraktkvitas fisik

Stimulasi untuk Percaya Diri

  1. Berikan kesempatan anak untuk memilih
  2. Berikan pujian ketika anak menunjukkan perilaku baik
  3. Berikan kesempatan melatih kemampuan merawat diri

Stimulasi untuk Aktif Bersosialisasi

  1. Gunakan bahasa utama dalam kesehqrian saat berkomunikasi
  2. Dengarkan dan beri respon positif saat anak berinteraksi dengan orang lain
  3. Ajak anak melakukan aktivitas permainan pretend play atau roleplay

Stimulasi untuk Tangguh

  1. Beri kesempatan anak berusaha, terutama ketika menghadapi situasi atau tugas yang menantangnya di luar kebiasaan dan sulit baginya
  2. Jadi contoh probadi yang tidak mudah menyerah, berani mencoba dan menggunakan cara sehat saat mengatasi masalah
  3. Berikan apresiasi ketika anak menunjukkan usaha

Realita yang Tak Semudah Teori

Setelah belajar tentang apa yang harus dilakukan, waktunya praktik langsung. Meskipun sudah memahami apa yang harus saya lakukan, realitanya semua tak semudah teori. Hal ini rupanya dirasakan juga oleh Alyssa Soebandono dan Tya Ariestya ketika menghadapi dua jagoan mereka.


kekurangan zat besi


�Saya mengamati secara langsung bagaimana anak berjuang untuk tetap berkonsentrasi ketika belajar, terutama untuk anak-anak saya yang sudah memasuki usia sekolah. Dengan situasi pembelajaran jarak jauh (PJJ), tantangan anak jadi lebih berat lagi. Maka dari itu, saya selalu mendampingi Rendra dan Malik ketika belajar untuk membantu mereka tetap berkonsentrasi. Selain itu, saya juga berusaha menyediakan asupan gizi yang cukup, dan memastikan tidak ada tanda-tanda awal kekurangan zat besi pada mereka. Saya bersyukur dengan menjaga asupan gizi dan pendampingan yang penuh perhatian, Rendra dan Malik tetap dapat terus belajar aktif dan memenuhi rasa ingin tahunya meskipun tidak ada kegiatan tatap muka dengan guru dan teman-teman sekolahnya,� ujar Alyssa ketika menyatakan kekhawatirannya.


kekurangan zat besi


Hal ini diiyakan pula oleh Tya dalam mendampingi buah hatinya. �Bagi anak-anak saya yang masih berusia 4 tahun dan 1,5 tahun, ternyata masalah gizi seperti kekurangan zat besi dapat menjadi salah satu penyebab anak lebih pemurung dan pendiam di rumah. Padahal, orang tua pasti mengharapkan anaknya tumbuh sehat, supel, dan punya banyak teman. Memberikan Kanaka dan Kalundra makanan dengan gizi seimbang dan mengajak mereka untuk bermain bersama menjadi kiat saya untuk memastikan mereka dapat berkembang dengan baik.�

Justru dari kekhawatiran mereka berdua ini, saya jadi jauh lebih tenang. Ternyata, saya tidak sendirian. Berpikir kreatif itu harus. Biar anak mau makan dan tentunya perkembangannya dapat terstimulus dengan baik.

Alhamdulillah, kini Danone Specialized Nutricion memiliki situs www.generasimaju.co.id yang dapat membantu kita untuk mengukur ketersediaan zat besi si kecil. Melalui situs ini, kita akan mendapatkan beberapa pertanyaan yang membantu kita untuk menskrining bagaiamana kondisi si kecil. Dengan cara ini, kita bisa memastikan apakah anak kita sudah cukup memperoleh zat besi atau belum.

Webinar


Kesimpulan

Masalah kekurangan zat besi bukan hanya masalah satu dua ibu. Ini merupakan masalah kita semua yang perlu diselesaikan bersama. Harapannya, kita semua bisa bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu Generasi Emas 2045.

So, tidak perlu khawatir berlebih. Tetap berpikir kreatif dalam membersamai si kecil and stay strong. 

By the way, kalau kalian punya cerita dalam mengatasi kekurangan zat besi anak, share di kolom komentar ya...