"Mungkin nanti kalau anakku udah besar dan punya pacar, aku bakal bilang kalau pacaran jangan lupa bawa kondom."
Saya masih ingat betul, ada salah satu influencer parenting yang menyampaikan demikian. Bukan psikolog, hanya ibu biasa, tapi punya basis follower yang besar. Dia bilang, sebagai orangtua kita perlu mengambil tindakan preventif dengan tetap menyesuaikan zaman. Karena makin ke sini tidur bareng pacar itu bukan lagi hal yang tabu, sebagai orangtua ya nggak bisa protes. Kurang lebih begitu cuap-cuapnya melalui salah satu akun sosial medianya.
Apakah saya sepakat dengannya? Tentu saja tidak. Sebagai orangtua, saya punya kewajiban agar anak saya tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Ini bukan hanya soal hamil atau menghamili saja, tapi lebih dari itu.
Kekhawatiran Orangtua dengan Kondisi Zaman
Tidak bisa dipungkiri bahwa semakin ke sini, tantangan sebagai orangtua itu semakin wow. Kemarin saya sempat ngobrol dengan suami terkait pesta gay yang diselenggarakan di salah satu kota. Buat saya pribadi, ini mengerikan sekaligus hal yang menjijikkan. Bagaimana mungkin dalam satu waktu berbagi pasangan seksual dengan orang lain. Lebih mengerikan lagi ketika itu dilakukan oleh sesama jenis. Allahu Akbar!
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
????????? ????????? ???????????? ????????? ????? ???????? ??? ???? ???? ? ?????? ???????? ???? ???????????? ????? ? ???????? ???????? ???? ???????????? ????? ? ???????? ????? ?? ???? ???????????? ????? ? ?????????? ??? ???? ????? ?? ???? ???? ??????? ? ?????????? ???? ?????????????
"Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 179)
Di dalam Alquran disebutkan bahwa manusia itu adalah makhluk yang amat mulia. Bahkan kedudukannya bisa lebih tinggi dari malaikat. Tapi, karena perbuatannya sendiri, dia bisa jauh lebih rendah dari hewan ternak.
Dari contoh kasus pesta seks yang saya sebutkan itu, sudah amat jelas bagaimana perilaku manusia yang bahkan melebihi hewan. Kucing, anjing, dan hewan lain itu memang banyak yang berbagi pasangan. Tapi, mereka tahu bahwa untuk melakukan hubungan seksual ya hanya dengan lawan jenisnya saja. Bukan dengan sesama jantan atau betina. Kalau hewan saja tahu, kenapa manusia bisa melakukan hal semacam ini? Astaghfirullah.
Dulu, para orangtua khawatir ketika memiliki anak perempuan. Mereka khawatir anak perempuannya menjadi korban pelecehan seksual. Kini, orangtua yang memiliki anak laki-laki pun sama khawatirnya. Kita bisa lihat berapa banyak kasus sodomi yang dilakukan oleh para paedofilia. Ngeri!
Ingin rasanya mendekap anak saya dalam buaian saja, melarangnya untuk pergi ke mana saja. Tapi, apa iya itu solusi terbaik untuk melindungi anak saya dari berbagai kasus pelecehan seksual ataupun seks bebas? Tentu tidak. Mengurung anak di dalam rumah justru akan menimbulkan masalah yang lain.
Pendidikan Seksual, Mampukah Menjadi Sebuah Solusi?
Saking banyaknya kasus pelecehan seksual dan seks bebas di kalangan anak muda, muncullah penyuluhan yang diberi nama pendidikan seksual atau sex education. Dalam pendidikan ini, anak akan diajarkan untuk mengenal sistem reproduksinya serta bagaimana melindungi dirinya dari segala bentuk pelecehan seksual. Untuk remaja, biasanya lebih dari tadi. Mereka akan dikenalkan juga resiko dari seks bebas itu apa.
Sebetulnya, ini bukan penyuluhan baru. Bahkan sejak saya SMA, hal semacam ini sudah ada. Dari pendidikan seksual yang pernah saya dapat, saya diajarkan resiko yang terjadi kalau saya melakukan seks bebas. Mulai dari kehamilan sampai terkena penyakit-penyakit mengerikan. Kami pun diberikan solusi praktis akan hal ini.
Apa itu? Penggunaan alat kontrasepsi.
Ini sebetulnya agak bias. Bahkan, kalau sekarang saya pikir ulang, kok rasanya jadi semacam bilang gini.
"Seks bebas itu bahaya. Jangan coba-coba. Tapi, kalau mau coba, jangan lupa pakai kondom ya."
Nah, loh. Gimana nih? Akhirnya, nggak heran juga ketika kita melihat angka seks bebas yang makin meningkat meski pendidikan seksual sudah diberikan. Anak muda sekarang bahkan tidak sungkan menyatakan dirinya sudah tidak perawan lagi. Ini seolah bilang ke dunia.
"Gue udah ngelakuin yang enaena, tapi nggak hamil tuh. Gue juga nggak kena penyakit aneh-aneh juga."
Astaghfirullah.
Saya jadi teringat celetukan salah satu guru Biologi di SMA saya. Waktu itu, ada salah satu teman seangkatan saya yang hamil di luar nikah saat kami duduk di Kelas XII. Saat sedang mempersiapkan ujian praktik Biologi, guru saya datang dan menyampaikan ini.
"Ya gini ini kalau sistem reproduksi diajarkan di Kelas XI, waktu Kelas XII jadi dipraktikkan."
Agak ngawur memang. Tapi, ada benarnya juga. Sekarang, coba kita amati dengan seksama. Berapa banyak pendidikan seks yang sudah disampaikan ke para remaja dan berapa banyak pula remaja yang akhirnya menjadi pelaku seks bebas? Ciuman hingga tidur bersama, seolah bukan lagi hal yang tabu.
Hal ini seolah memberikan petunjuk kepada kita bahwa pendidikan seksual saja tidak akan pernah cukup. Anak butuh pendidikan lain yang jauh lebih menyeluruh. Tujuannya, bukan hanya agar anak paham sistem reproduksinya, resiko seks bebas serta bagaimana cara mencegahnya, tapi lebih dari itu.
Tarbiyatul Jinsiyah, Bukan Sekedar Pendidikan Seks
Islam adalah ajaran agama yang amat sempurna. Semua masalah yang ada di muka bumi ini, pasti ada solusinya berdasarkan sudut pandang Islam. Termasuk masalah yang sedang kita hadapi bersama ini. Masalah ini pun ada solusinya dalam Islam. Kalau kita melihat solusi yang Islam tawarkan, ini sudah pasti baik. Kenapa? Karena solusi tersebut datang dari Sang Pencipta sekaligus Pengatur Alam Semesta ini.
Terkait masalah pergaulan bebas dan bagaimana cara melindungi diri dari segala bentuk pelecehan seksual, Islam telah mengatur hal ini. Ketika kita ingin memberikan pendidikan pada anak kita, maka alangkah baiknya bila kita bersandar pada bagaimana Islam mengatur hal ini. Bila dalam konsep modern kita mengenal pendidikan seksual. Islam punya konsep yang jauh lebih detail dan menyeleruh.
Apa itu? Tarbiyatul jinsiyah.
Tarbiyatul jinsiyah merupakan pendidikan seksual yang mengintegrasikan antara pendidikan seksual dengan aqidah, akhlak serta ibadah. Antara satu dengan yang lain harus berhubungan. Bila tidak, maka arah pendidikan seksual yang ditanamkan menjadi bias arahnya. Resikonya, hal ini bisa menimbulkan penyimpangan seksual di kemudian hari.
Dalam pendidikan seksual yang dikenalkan di masyarakat, anak hanya belajar mengenai sistem reproduksi antara pria dan wanita. Pertanyaannya, apakah pengenalan ini mampu menjadi penangkal kerusakan moral yang ada? Ataukah justru menjadi pemicu masalah? Anak yang awalnya tidak tahu, malah jadi tahu dan tertarik untuk mencoba.
Pendidikan seksual yang umum disampaikan biasanya punya tujuan untuk menekan pergaulan bebas. Ini sebabnya batasan pergaulan pun dijelaskan. Sayangnya, batasan pergaulan ini hanya menyinggung ranah resiko dari perbuatan tersebut. Contoh, kehamilan di luar nikah, penyakit kelamin, serta HIV/AIDS. Dalam tarbiyatul jinsiyah, ini jauh lebih lengkap karena dilandaskan pada aqidah serta pendidikan akhlak. Resiko yang dijabarkan juga bukan hanya tentang kehamilan, penyakit kelamin, maupun HIV/AIDS saja, tapi juga tanggung jawab dan resiko di akhirat.
Pemahaman tentang batasan aurat, apa itu mimpi basah, air mani, wadi, darah haid, nifas, dan lain-lain akan dijelaskan berdasarkan fiqih Islam yang jauh lebih detail. Bahkan, satu paket dengan ajaran agama.
4 Konsep Tarbiyatul Jinsiyah
Ada 4 hal yang perlu ditanamkan pada anak ketika memberikan tarbiyatul jinsiyah. Keempat hal itu adalah aurat, mahram, batasan pergaulan dalam Islam, serta gender.
1. Aurat
"Pakai baju yang sopan."
Kita seringkali mendengarkan istilah ini. Sayangnya, batasan sopan dan tidaknya ini masih amat sangat bias. Ada orang yang berasumsi bahwa pakaian yang sopan adalah menggunakan pakaian yang amat tertutup, lengannya pun agak panjang. Tapi, ada juga yang tidak begini.
Saya pernah mendapati teman saya yang ngomel-ngomel karena ditegur untuk menggunakan baju yang sopan. Menurut dia, pakaian yang dia gunakan sudah cukup sopan. Sementara itu, bagi kami itu sedikit agak terbuka. Dari kasus ini, kita bisa sama-sama belajar bahwa kata "sopan" tidak bisa dijadikan standar kita untuk memilih pakaian. Harus ada standar lain yang jauh lebih jelas.
Dalam Alquran, batasan aurat dijelaskan dengan amat detail. Bagian yang harus ditutup dan bagaimana cara menutupnya pun telah dijelaskan secara terperinci. Anak pun perlu diajarkan untuk menutup aurat bukan karena malu, tapi karena Allah yang perintahkan hal ini. Semua aturan ini Allah buat untuk menjaga kita dari hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan.
2. Mahram
Anak perlu dikenalkan siapa saja yang menjadi mahramnya. Konsep ini perlu dikenalkan pada anak agar mereka paham kepada siapa mereka boleh membuka aurat mereka. Selain itu, batasan aurat apa saja yang diperkenankan untuk dilihat mahram. Ini penting, mengingat banyak sekali kekeliruan yang terjadi. Umumnya, orang berasumsi bahwa seluruh keluarga besar adalah mahram. Padahal bukan. Tidak semua keluarga kita adalah mahram.
Kekeliruan yang paling umum terjadi adalah keliru memahami bahwa sepupu dan ipar sebagai mahram. Padahal, mereka bukan mahram kita. Akhirnya, banyak pula orang yang membuka aurat di depan sepupu atau iparnya hanya karena dianggap sebagai saudara.
3. Pergaulan dalam Islam
Anak perlu dikenalkan aturan pergaulan dalam Islam. Ada dua hal yang dilarang, yaitu khalwat dan ikhtilat. Khalwat artinya berduaan, sedangkan ikhtilat artinya campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa alasan yang syar'i.
Betapa banyak kerusakan moral yang terjadi hanya karena pelanggaran kedua hal ini. Contoh, dari yang awalnya duduk berduaan, jadi bobok berduaan. Dari yang awalnya nongkrong bareng, jadi pesta seks bareng.
4. Gender
Anak juga perlu dikenalkan konsep gender. Mereka perlu tahu bahwa laki-laki dan perempuan itu berbeda. Bentuk fisiknya berbeda, peran mereka berbeda, serta jalan untuk mencari pahala di sisi Allah pun berbeda. Ini tidak bisa disamakan seperti sebagaimana yang sering digaungkan oleh kaum liberal.
Penutup
Kita memang tidak bisa memastikan bahwa di kemudian hari anak kita sama sekali tidak akan pernah terjerumus dalam pergaulan bebas setelah paham akan tarbiyatul jinsiyah. Tapi setidaknya dengan memahamkan anak akan hal ini, mereka punya rem untuk tidak mendekati hal ini. Mereka tidak melakukannya bukan karena kita tapi karena Allah Maha Melihat. Sekali pun kita tidak mampu mengawasi mereka, tapi CCTV Allah akan selalu hidup.
Pada akhirnya, selain ikhtiar maksimal terkait hal ini, kita juga perlu banyak berdoa dan memasrahkan segala urusan pada Allah. Hanya Allah yang mampu menjaga anak-anak kita ketika mereka berada di luar dekapan kita. Semoga dengan cara ini, anak-anak kita bisa terus selamat dari bahaya kerusakan moral ini.