-->

Sabtu, 31 Agustus 2019

Kekerasan Seksual pada Anak dan Sikap Kita

Kekerasan seksual


Pagi tadi saya dibuat mewek dadakan karna mendengarkan video singkat closing statement-nya Bunda Elly Risman di ILC. Topik ILC malam itu membahas tentang pro kontra hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual pada anak.

Bagi kita yang nggak pernah sama sekali menjadi korban kekerasan seksual atau bahkan menjadi keluarga korban mungkin nggak akan pernah tahu bagaimana rasanya ada di posisi mereka. Sesakit apa luka yang ditorehkan dan sedalam apa trauma yang ditimbulkan. Kita nggak akan pernah bisa merasakan itu.

Kita mungkin bisa bersimpati dengan mereka, tapi berapa lama sih? Sedangkan mereka yang menjadi korban, sejak peristiwa itu terjadi, menurut Bunda Elly Risman, dalam seluruh fase hidupnya akan dibayang-bayangi kenangan mengerikan itu.


Delay Traumatic pada Korban Anak-anak


Delay traumatic


Saya pernah dapat cerita dari suami tentang rekan kerjanya yang katanya pernah menjadi korban kekerasan seksual. Dia selalu kesulitan untuk menjalin hubungan dengan laki-laki apalagi sampai terpikir menikah. Bayangan-bayangan menyakitkan itu selalu muncul setiap kali dia mulai suka dengan lawan jenis. Penilaian diri bahwa dia perempuan yang kotor dan telah ternoda juga selalu muncul menghantui dirinya.

Apa yang terjadi pada teman suami saya ini, ternyata sesuai dengan penelitian yang ada. Sekali lagi Bunda Elly Risman menyampaikan fakta yang ada terkait korban kekerasan seksual pada anak.

"Anak-anak ketika menjadi korban kekerasan seksual ini, bisa cepat sekali lupa. Tapi nanti, setelah dia tumbuh dewasa dan mulai suka dengan lawan jenis, trauma ini akan bangkit."

Mirisnya lagi, meski pelaku kejahatan sudah dihukum penjara dan bebas, trauma yang dialami oleh korban akan terus melekat. Kebayang nggak sih gimana tersiksanya hidup semacam itu? Kalau nggak kuat, sangat amat memungkinkan korban mengalami depresi akut yang mendorongnya untuk bunuh diri.


Keadilan bagi Korban

Keadilan


Luka batin yang dialami oleh korban kekerasan seksual itu nggak main-main. Sebetulnya luka ini juga bisa nular ke keluarganya ketika mereka tahu anak mereka menjadi korban. Orang tua mana yang hatinya nggak potek-potek ketika tahu anaknya dibegitukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab?

Dengan luka yang begitu dalam untuk korban dan orang tuanya, rasanya tidak adil jika hukuman yang diberikan tidak mampu memberikan rasa jera kepada pelaku. Pertanyaan selanjutnya yang kemudian muncul adalah hukuman apa yang pantas bagi pelaku? Apa iya kebiri adalah solusi bagi permasalahan ini?

Kalau kita bicara tentang hukum, rasanya sulit jika dikembalikan kepada manusia. Apalagi untuk urusan sebesar ini. Jadinya ya semacam di ILC malam itu. Ada yang usul di kebiri, ada juga yang kontra. Semuanya beradu argumen dengan kapasitas keahlian masing-masing. Nggak akan selesai.

Coba deh dikembalikan lagi ke Alquran. Boleh nggak sih pelaku pemerkosaan pada anak ini dihukum kebiri? Benar atau nggak sih?

Ternyata tidak!


Pandangan Islam Terhadap Hukuman Kebiri bagi Pedofilia


Kebiri adalah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan hasrat seksual laki-laki pada perempuan. Hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan metode fisik dan hormonal. Metode fisik dilakukan dengan memotong alat kelamin laki-laki. Sedangkan metode hormonal dilakukan dengan menginjeksi obat yang dapat menekan hormon testosteron. Cara lain metode hormonal, yaitu dengan menginjeksikan hormon estrogen sehingga ia memiliki ciri-ciri perempuan.

Baik dengan metode fisik maupun hormonal, Islam mengharamkan adanya hukuman kebiri ini. Dalam hal ini, para ulama sama-sama sepakat dan tidak ada perbedaan di dalam pengambilan hukum ini. Dalil yang menunjukkan haramnya kebiri adalah hadits-hadits shahih. Salah satunya adalah riwayat dari Ibnu Mas'ud.

Dia berkata, "dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama istri-istri. Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW), 'Bolehkah kami melakukan pengebirian?' Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu." 
(HR Bukhari Nomor 4615, Muslim Nomor 1404, Ahmad Nomor 3650, Ibnu Hibban Nomor 4141)

Kebiri dengan metode hormonal juga diharamkan karena metode ini justru akan membuat laki-laki memiliki ciri-ciri fisik perempuan, misalnya tumbuh payudara. Metode ini jelas diharamkan karena Allah melarang laki-laki menyerupai perempuan.

 �Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.� 
(HR Bukhari, no 5546)


Hukuman bagi Pedofilia dalam Sudut Pandang Islam


Hukuman kebiri memang dilarang dalam Islam. Tapi bukan berarti tidak ada solusi yang Islam berikan untuk menyelesaikan persoalan semacam ini. Syariat Islam telah menetapkan hukumam untuk pelaku pedofilia sesuai rincian fakta perbuatannya.

Pertama, jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah perbuatan zina, hukumannya adalah hukuman untuk pezina, yaotu diraja, jika sudah menikah atau dicambuk seratus kali jika belum menikah. 

Kedua, jika yang dilakukan pelaku pedofilia ini adalah perbuatan liwath (homoseksual), maka hukumannya adalah hukuman mati, bukan yang lain.

Ketiga, jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah pelecehan seksual, hukumannya adalah hukuman ta'zir. Alquran memang tidak menjelaskan secara detail terkait hal ini dan keputusan hukuman pada perkara ini akan dikembalikan kepada kebijakan hakim.

Jadi, jelas ya. Apapun kasusnya kebiri jelas tidak boleh dilaksanakan. Sebagai gantinya, Alquran telah menjelaskan hukuman yang harus dijalankan oleh pelaku sesuai denga fakta yang dia lakukan.

Wallahu a'lam bishawab

Beragam Kasus Kekerasan Seksual, Kenapa Bisa Terjadi?


Kenapa


Dari sekian banyak kasus kekerasan seksual, baik itu kepada anak maupun bukan, tentu tidak akan terjadi secara tiba-tiba. Kita sama-sama tahu bahwa dorongan seksual tidak akan mungkin hadir tanpa ada pemicu. Kalau kita cermati dengan seksama, beragam kasus yang terjadi ternyata bermula dari pornografi.

Kenapa ada anak yang bisa memperkosa temannya? Ternyata karena kecanduan pornografi.

Kenapa ada orang dewasa yang memperkosa? Ternyata salah satu pemicunya adalah ini juga.

Apakah pornografi hanya muncul dari video-video porno saja? Ternyata tidak. Kalau kita mau cermati dengan seksama sekali lagi, pornografi ini ternyata juga muncul dalam berbagai jenis game yang dimainkan oleh anak-anak dan orang dewasa. Amati saja pakaiannya yang begitu tidak senonoh itu. Lalu, siapa yang menyaksikan semua itu? Anak-anak kita juga atau bahkan pasangan-pasangan kita. Well, ini ada banget suami-suami yang kecanduan game.



Tidak menutup kemungkinan bermula dari game online lalu beralih pada video porno. Dari sini, muncul fantasi-fantasi liar. Alam bawah sadarnya mulai terbentuk. Jika gelombang gamanya yang terkena, pelaku tidak hanya sekedar membayangkan tapi terdorong juga untuk melakukan hal ini.

Kalau sudah menikah, ada kemungkinan dia akan membandingkan apa yang dia lihat dan yang dia lakukan terhadap pasangannya. Kalau nggak sesuai espektasi, memungkinkan sekali untuk "jajan" di luar rumah. Kalau belum menikah, kemana segala penyaluran hasrat seksual itu muncul? Bagi yang tidak mampu mengendalikan, jadilah predator itu tadi.

Mari kita tarik mundur lagi ke belakang. Pornografi jelas tidak akan pernah ada jika aturan bergaul dan berpakaian dikembalikan lagi kepada Islam. Bukankah Islam mengatur bagaimana seorang laki-laki dan perempuan berpakaian? Boleh tidak keduanya berpakaian yang mengumbar aurat mereka? Lalu, seperti apa pakaian yang seharusnya dikenakan oleh keduanya?

Dalil-dalil yang menjelaskan hal ini sudah ada dan amat sangat gamblang. Bagi laki-laki, batas aurat adalah dari pusar hingga lutut. Sedangkan perempuan, seluruh tubunya, kecuali wajah dan telapak tangan.

Apakah hanya itu?

Nggak lho. Cara kita memandang lawan jenis ternyata juga diatur. Ada yang namamya menjaga pandangan.

"Maksudnya jadi nunduk mulu kalau lihat lawan jenis?"

Ya nggak gitu juga. Menjaga pandangan artinya menjaga dari apa yang tidak seharusnya dilihat. Apa itu? Aurat. Kalau ada lawan jenis yang auratnya diumbar, segera memalingkan diri. Bukannya malah nggak kedip dengan alasan kedipan pertama itu rejeki.



Aturan Islam hadir bukan hanya sekedar memberikan batasan saja. Segalanya Allah buat justru untuk melindungi manusia dari berbagai kerusakan yang ada. Alangkah indahnya ketika kita bisa hidup dalam penerapan Islam yang sempurna.


Sebuah Sikap untuk Generasi Penerus Bangsa

Catur


Video closing statement yang disampaikan oleh Bunda Elly Risman, banyak membuat saya terhenyak dengan segala hal yang terjadi. Ada tantangan yang begitu besar untuk melindungi anak-anak saya dan generasi-generasi yang akan datang. Sebuah pertanyaan besar tentang, mampukah mereka selamat dari berbagai ancaman yang ada saat ini?

Dulu, orang tua yang memiliki anak perempuan biasanya punya kekhawatiran lebih besar ketika melepas anak mereka keluar rumah. Tapi hari ini, kondisinya sudah amat jauh berbeda. Para predator bukan hanya memangsa anak-anak perempuan saja, bahkan laki-laki pun iya.

Hal yang membuat saya semakin terhenyak lagi adalah dari pernyataan terakhir yang disampaikan oleh Bunda Elly Risman.

"Bencana terbesar yang kita alami saat ini adalah ketika kita tidak sadar terhadap bencana itu sendiri."

Ada pembawa bencana yang saat ini dengan mudahnya kita genggam. Darinya anak kita mendapatkan akses informasi, darinya pula anak kita mendapatkan serangan-serangan hal-hal negatif. Kalaulah anak kita steril darinya di rumah, bagaimana dengan lingkungan lain yang pun bersinggungan dengan anak?

Ini adalah pekerjaan besar. Rasanya sulit untuk bekerja sendiri untuk mendidik anak-anak kita, sementara pada akhirnya mereka harus berinteraksi pula dengan orang lain. Bila kita ingin melindungi mereka, maka tidak cukup hanya kita sendiri. Kita butuh peran masyarakat untuk menjaga anak-anak kita, Kita butuh peran negara sebagai payung hukum untuk melindungi anak-anak kita juga. Tanpa keduanya, pastilah amat sangat berat menjalankan tugas ini.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana caranya? Setiap orang punya cara masing-masing yang bisa dilakukan sesuai dengan kapasitasnya. Kalau mampu bersuara di depan publik, suarakan. Kalau mampu menuliskan, tuliskan. Kalau masih juga tak mampu melakukan keduanya, bantu untuk membagikannya.

Semakin banyak orang yang sadar, maka penjagaan diri dari masyarakat pun akan terbentuk. Tidak menutup kemungkinan pula, kebijakan pemerintah pun juga bisa digeser ke arah yang jauh lebih baik. Bukankah pemerintah ada untuk rakyat?