-->

Rabu, 17 Juli 2019

Kontroversi Film Dua Garis Biru, Perlu Ditonton Nggak Nih?


Siapa yang sudah nonton film ini angkat tangan?

Saya belum. Nggak tahu juga apakah nanti akan nonton film ini atau tidak. Entah kenapa, aneka ragam kontroversi yang ditimbulkan oleh film ini, justru bikin saya makin penasaran dengan filmnya. Isinya kayak apa sih?

dua garis biru
sumber : bioskoptoday.com


Sinopsis Film Dua Garis Biru

Nggak perlu nonton filmnya sih kalau pingin tahu sinopsisnya aja. Tinggal googling aja. Nanti akan muncul aneka macam sinopsis tentang film ini.

Jadi, film ini ceritanya tentang apa sih?

Film Dua Garis Biru ini bercerita tentang 2 pasang remaja, Dara dan Bima, yang sedang memadu kasih. Ceritanya sih awalnya mereka sahabatan. Lama-lama kok muncul benih-benih asmara yang akhirnya bikin mereka jadian.

dua garis biru
sumber : boombastis.com


Seperti judulnya, kita bisa sama-sama menebak apa yang akan terjadi selanjutnya setelah mereka pacaran. Yes, having sex yang berujung pada Dara hamil.

"Saya akan bertanggung jawab."

Itu yang dibilang Bima ke orang tuanya Dara. Dari situlah, kisah mereka betul-betul dimulai. Keduanya dinikahkan. Bima dan Dara menjalani hidup sebagai pasangan suami istri yang bertanggung jawab atas apa yang sudah mereka lakukan.

Bima, sebagai suami juga upaya untuk menafkahi istri dan calon anaknya. Tapi ya semua itu nggak mudah.

Banyak orang yang bilang kalau mereka nggak siap untuk jadi orang tua. Ya orang tua mereka, ya dokter, banyak lah ya. Hingga solusi adopsi pun akhirnya muncul.

Karena belum nonton juga, ya saya nggak bisa cerita gimana ending dari kisah ini.



Juno, Film yang Serupa dengan Dua Garis Biru

Sebetulnya, kalau kita bicara film yang mengangkat isu serupa mungkin ada banyak ya. Macem sinetron Pernikahan Dini yang dulu banget pernah tayang di TV.

Hanya saja, nggak tahu kenapa setelah nonton trailer film ini, saya jadi keinget film Juno yang tayang di tahun 2007. Ini filmnya juga sudah lama sekali saya tonton. Waktu SMA kali ya nontonnya.

Juno
sumber : wikipedia


Sama seperti film Dua Garis Biru, film ini juga menceritakan tentang remaja yang hamil karena having sex itu. Selanjutnya, di film ini lebih banyak berkisah perjuangan Juno untuk mempertahankan bayinya.

Pernah nggak sih Juno kepikiran untuk aborsi?

Pernah. Dia bahkan sudah pernah ke klinik aborsi bareng ayah bayi itu. Udah isi formulir aborsi juga. Tapi abis itu nggak jadi karena tahu apa yang akan terjadi pada saat proses aborsi ini.

Nggak jadi aborsi, bukan berarti Juno siap membesarkan anak itu. Dia cari solusi lain yang sekiranya lebih tidak mengerikan, yaitu ngasih anaknya untuk diadopsi orang yang butuh anak.

Pencarian pun dimulai. Juno akhirnya bisa nemuin orang tua angkat untuk calon anaknya. Mereka sering ketemu untuk menjelaskan gimana perkembangan bayinya. Tanpa disadari, seiring berjalannya waktu proses kehamilan itu, Juno mulai jatuh cinta pada bayinya. Juno mulai ragu dengan pilihannya untuk memberikan anaknya nanti setelah melahirkan.

Maunya sih dibesarkan sendiri. Tapi rupanya dukungan kanan kiri nggak sebesar itu.

Saya agak lupa juga sih endingnya gimana. Jadi diadopsi atau tidak. Kayaknya sih jadi ya. Kayaknya lho ya... Wkwkwk...


Kontroversi Film Dua Garis Biru



Iya, film ini sebelum tayang memang sudah menuai banyak kontroversi. Ada banyak pihak yang tidak setuju dengan penayangan film ini. Tapi yang mendukung juga banyak. Mungkin, karena kontroversi ini orang jadi makin penasaran dengan jalan ceritanya. Mungkin.

"Gimana kalau film ini ditonton sama anak-anak kita, lalu ditiru oleh mereka?" katanya yang kontra.

"Tapi film ini kan bagus untuk edukasi tentang konsekuensi dari seks bebas itu apa," katanya yang pro.

Saya nggak ngerti ya tiap adegan yang ada di film ini bagaimana. Kalau di film Juno itu memang ada adegan buka-bukaannya, meski tidak sevulgar film barat pada umumnya. Tapi, dari situ kita bisa tahu bagaimana proses mereka begituannya.

Di trailer film ini memang menunjukkan adegan yang menggiring ke pacaran kebablasan ini. Kalau dari apa yang saya tangkap, "oh, awalnya pacaran, terus main-main di kamar si cewek berdua, terus lama-lama terjadilah hal yang tidak diinginkan."

Adegan semacam ini yang tentu saja membuat para orang tua cemas. Bagaimana kalau adegan semacam ini justru memicu kejadian yang tidak diinginkan?

Apalagi, sasaran film ini bukan hanya untuk orang tua saja, tapi remaja 13 tahun pun boleh menontonnya. Bagi orang tua, mungkin ini bisa menjadi bahan pelajaran baru tentang bagaimana mendidik anak-anak mereka. Apa sih yang kurang dari apa yang selama ini sudah diberikan? Apa sih yang perlu diperbaiki? Bagaimana sih menjaga anak agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas?

Tapi, bagi remaja? Apakah pesan semacam ini juga akan sampai pada mereka? Saya pernah muda. Pernah banget ada di posisi ketika dilarang oleh orang tua atau guru jadi semakin penasaran untuk mencoba.

Apakah saya sendirian yang begini ini? Ngaku aja deh, kamu juga pernah begini kan? Makin dilarang, makin penasaran. Makin dikasih tahu akibatnya, makin pingin membuktikan. Bener nggak sih hasilnya semacam itu?

Iya apa iya?


Masalah Seks di Luar Nikah, Masalah Kita Semua



Lepas dari kontroversi film Dua Garis Biru, saya justru ingin menyoroti isu yang ingin diangkat oleh film ini, yaitu tentang seks di luar nikah. Ini adalah masalah real yang menjadi PR kita bersama. Bukan hanya orang tua saja, tapi seluruh elemen masyarakat dan negara mestinya punya concern yang tinggi juga terkait hal ini.

Kalau dulu, orang tua kita ketika mau pacaran harus sembunyi-sembunyi dulu. Begitu ketahuan, langsung disuruh nikah. Lambat laun budaya semakin bergeser. Gaya pacaran yang sembunyi-sembunyi mulai langka ditemui. Pacaran jadi hal yang amat sangat biasa. Pegangan tangan, jalan bareng, makan bareng, rangkulan, bercumbu rayu, itu jadi hal yang amat sangat biasa. Bahkan, ada yang lebih jauh lagi, yaitu seks di luar nikah.

Makin ke sini, justru semakin edan lagi. Orang nggak butuh status pacar untuk bisa melakukan hubungan semacam ini. Malamnya berhubungan badan, paginya seolah tidak pernah ada apa-apa di antara mereka. Yap, kita biasa kenal ini dengan friend with benefit. Artinya, antara keduanya cuma berteman untuk mengambil keuntungan masing-masing. Keuntungan dalam hal ini ya soal enaena tadi.

Dulu, orang malu ketika sudah tidak lagi perawan. Tapi semakin ke sini, rasanya jadi hal yang tidak memalukan lagi. Bahkan, ada yang terang-terangan menyampaikan di media sosialnya terkait dia yang sudah tidak lagi perawan. Dia jelaskan panjang kali lebar tentang seks dengan dalih edukasi.



Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?



Ada yang menarik dari aneka review film ini terkait latar belakang kedua tokoh utama. Dara lahir dari keluarga yang berpendidikan, sedangkan Bima lahir dari keluarga yang agamis. Film ini seolah bilang ke kita semua bahwa lahir dari keluarga yang bependidikan dan agamis ini nggak menjamin terbebas dari masalah seks bebas.

Pertanyaannya, apa iya memang begitu? Kalau dilihat dari fenomena yang terjadi di masyarakat memang amat mungkin terjadi. Ada anak selalu ranking satu, tapi di balik itu semua, gaul bebasnya juga kenceng. Kelihatannya alim, ternyata begitu juga. Anak dipondokin sama orang tuanya, keluar pondok ada juga yang malah rajin dugem.

Lalu, masalahnya ada di mana?

Masalah semacam ini sebenarnya punya akar masalah yang sama dengan tulisan saya yang lalu tentang perselingkuhan. Sekali lagi, ini nggak akan lepas dari pemahaman tentang batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Bagaimana cara kita berinteraksi dengan lawan jenis, bagaimana cara kita berpakaian saat di luar rumah, hingga bagaimana cara kita menyikapi perasaan yang bergejolak dalam diri kita itu ada aturannya. Islam mengatur itu semua secara sempurna. Tinggal kita mau mengambilnya atau tidak.

�Bima itu lahir dari keluarga yang agamis lho, tapi tetep aja begitu.�

Kehidupan beragama seseorang tidak hanya dipandang dari apakah orang itu rajin sholat atau tidak, ngajinya kenceng atau selow aja, puasa wajib dan sunnahnya jalan terus apa nggak, nggak cuma itu. Kehidupan beragama bagi seorang muslim dipandang dari bagaimana kita mau mengambil dan menginstall Islam dalam seluruh lini kehidupan kita.

Edukasi Seks, Cukupkah untuk Menyelesaikan Masalah Ini?



Edukasi seks tidak akan pernah cukup menyelesaikan masalah ini. Masalah seks bebas tidak akan selesai dengan bagaimana cara menggunakan alat kontrasepsi yang benar supaya tidak terjadi kehamilan. Masalah seks bebas juga tidak akan selesai hanya dengan tahu fungsi alat reproduksi masing-masing. Masalah seks bebas juga tidak akan selesai hanya dengan tahu dampak buruk yang disebabkan olehnya. Solusi satu-satunya untuk menyelesaikan masalah ini sejatinya adalah kembali pada aturan Islam.

Interaksi dengan lawan jenis dalam Islam itu gimana sih? Boleh nggak sih? Oh, boleh bercampur baur dengan lawan jenis dalam perkara muamalah, pendidikan, kesehatan, dan peradilan. Berarti lainnya nggak boleh. Kalau gitu, untuk perkara lain, harus lebih hati-hati lagi. Bukan supaya nggak hamil di luar nikah aja, tapi supaya Allah ridho dengan setiap aktivitas yang kita lakukan.

Kalau berduaan dengan lawan jenis bagaimana? Oh, dalam kondisi apapun ternyata tidak boleh berduaan dengan orang yang bukan mahram.

Kalau suka dengan lawan jenis bagaimana? Masa nggak boleh sih jatuh cinta? Boleh kok, Islam tidak melarang, bahkan memfasilitasi penyaluran naluri ini, yaitu dengan pernikahan. Kalau belum siap menikah? Ya puasa. Menjaga diri dari kepo status gebetan dan mantan. Flirting-flirting ke gebetan. No! Dari pada begitu itu, lebih baik mensibukkan diri dengan memperbaiki diri. Toh ya kalau jodohnggak bakalan ke mana-mana.

Dari sisi orang tua pun sama, pemahaman seamcam ini harus mulai diberikan sejak anak mulai masuk usia pra-baligh. Dia harus paham tentang dirinya. Sex educationIslami juga harus mereka tahu. Ketika nanti anak baligh apa yang akan berubah pada dirinya. Kalau anak perempuan menstruasi bagaimana, kalau anak laki-laki mimpi basah bagaimana. Bergaul dengan lawan jenis seharusnya bagaimana.

Hal lain yang juga perlu menjadi PR adalah bagaimana membangun bonding dengan anak dari kecil, masuk usia pra-baligh, hingga baligh. Anak-anak butuh perhatian orang tuanya dalam setiap fasa hidupnya. Jika orang tuanya alpha, maka anak akan mencari perhatian ke tempat lain. Ngerinya, kalau anak lari ke pergaulan bebas. Naudzubillah min dzalik.

Kesimpulan

Mau nonton film ini atau tidak, buat saya pribadi itu kembali pada pilihan masing-masing. Mau nonton silakan, tidak juga silakan. PR besar yang sejatinya perlu kita sadari sebetulnya bukan tentang nonton atau tidak, tapi ancaman seks bebas ini sendiri. Masalah ini tidak akan mampu selesai jika kita selesaikan sendiri. Orang tua juga tidak bisa mendekap anak-anaknya terus menerus untuk melindungi mereka dari bahaya seks bebas ini.

Tentu, pendidikan dasar dari rumah adalah pondasi utama yang harus anak miliki. Tapi peran masyarakat yang mau untuk saling mengingatkan dan negara yang bisa memberikan payung hukum juga dibutuhkan untuk memberantas masalah ini.

Jadi, mari kita rapatkan barisan untuk sama-sama melindungi generasi bangsa di masa yang akan datang.


with love,