-->

Minggu, 10 Maret 2019

Investasi pada Diri Sendiri

Investasi

Dulu, kita disekolahkan orang tua kita dari TK (bahkan ada yang memulai dari kelompok bermain) hingga perguruan tinggi. Mereka melakukan itu untuk kita karena mereka ingin menjadikan pendidikan sebagai bekal yang bisa kita pakai nanti. Banyaknya uang yang mereka keluarkan, mereka anggap itu sebagai investasi terbaik yang bisa mereka berikan kepada kita.


Pendidikan adalah Investasi Terbaik(?)


Sayangnya, tidak semua anak merasa bahwa pendidikan yang mereka tempuh adalah investasi yang diberikan oleh orang tuanya. Ada yang menjalani semua itu dengan terpaksa. Asal lulus dan semua penderitaan itu berakhir.

Dulu, saya pun pernah berpikir demikian. Saya ingin menyelesaikan studi saya agar saya bisa bebas menjadi apa yang saya mau. Saya tidak lagi dikekang untuk belajar, belajar, dan belajar.

Apa hanya saya yang merasa begini? Ternyata tidak.

Seorang kawan pernah menyampaikan ini pada saya ketika saya memutuskan untuk studi lanjut.

"Aku udah nggak kuat lagi belajar elektro, Lel."

Investasi yang seharusnya disambut dengan bahagia, kenyataannya seringkali dianggap sebagai siksaan.

Membangun Kesadaran Berinvestasi pada Diri Sendiri


Seiring berjalannya waktu, ketika saya mulai hidup terpisah dari orang tua, saya mulai sadar bahwa belajar adalah sebuah proses yang tidak akan bisa terlepas dari kehidupan manusia. Menjadi apapun saya nanti, saya butuh belajar untuk investasi di masa yang akan datang. Jadi dosen butuh belajar, jadi istri butuh belajar, jadi ibu apalagi. Semuanya butuh ilmu.

Dari sana, saya mulai gila mencari. Saya banyak ikut seminar, workshop, dan sebagainya. Kelas-kelas online pun saya ikuti demi mendapatkan tambahan ilmu yang bisa saya pakai untuk bekal di masa yang akan datang. Saya tidak peduli dengan berapa rupiah yang harus saya keluarkan, bagi saya ini adalah investasi untuk diri saya sendiri.

Investasi Butuh Apa?


Tidak selalu investasi ini mengeluarkan uang, adakalanya, kita hanya perlu meluangkan waktu untuk mengisi kepala kita dengan hal-hal baru.

Saya selalu sedih, jika ada seorang yang mengatakan demikian, "gue itu sibuk, anak gue masih kecil-kecil, harus urus rumah juga, suami juga, belum urusan kantor."

Sebagai apapun kita, pasti punya kesibukan masing-masing. Punya anak atau tidak. Sudah menikah atau belum. Semuanya punya kesibukan. Kita hanya perlu minimal mengalokasikan waktu kita untuk investasi pada diri sendiri. Ini sebetulnya hanya persoalan bagaimana mengatur waktu dengan baik.

Sebetulnya, ini tinggal kemauan diri sendiri. Media informasi sudah berkembang amat pesat. Rugi rasanya kalau kapasitas diri kita hanya diam di tempat. Ada banyak sekali sarana untuk belajar yang bisa kita manfaatkan.

Sarana untuk Investasi pada Diri Sendiri


Ada sekian banyak cara yang bisa ditempuh untuk mulai berinvestasi. Kalau kamu masih juga bingung, saya akan berikan sedikit dari apa yang pernah saya lakukan untuk investasi ini.

1. Kelas online

Kita perlu amat sangat bersyukur dengan banyaknya kelas online yang ada pada saat ini. Kita mau belajar apa saja ada. Ada Masterclass, skillshare, dan kelas-kelas lain. Saya pribadi merasa terbantu dengan adanya kelas online ini. Ketika saya kesulitan untuk menyesuaikan jadwal dengan lembaga tertentu, ternyata ikut kelas online adalah solusinya. Saya jadi bisa tetap belajar dengan jadwal yang lebih fleksibel.

Apa yang bisa dipelajari? Banyak. Saya belajar menulis dari kelas online. Belajar blogging juga dari kelas online. Belajar bikin buku, design, bullet journal, Bahasa Arab, bahkan bimbingan Alquran pun lewat online.

Kita bisa menemukan aneka macam kelas yang kita butuhkan jika kita mau mencari. Memang sih, ada tantangannya. Kita harus bisa menaklukkan diri sendiri untuk bisa menyelesaikan kelas tersebut. Banyak orang yang akhirnya gagal dengan kelas online karena mereka hanya daftar tanpa benar-benar mengikuti seluruh proses pembelajaran.

2. Kelas offline

Kelas offline ini bentuknya workshop, seminar, atau yang sejenis. Memang dari durasi waktu lebih singkat dari kelas online. Tapi dari sini kita bisa kok dapat landasan ilmu untuk bersikap ke depan.

Atau kita bisa mengikuti kursus dengan durasi waktu tertentu. Biayanya memang mahal. Kita juga akan mengorbankan waktu dan tenaga untuk bisa ke sana. Tapi bukankah itu bisa jadi investasi untuk diri kita sendiri nanti? Bila kita mampu menguasai ilmu itu, siapa yang akan diuntungkan? Kita juga kan?

3. Komunitas

Setelah menikah, saya ikut beberapa komunitas menulis dan ibu-ibu pembelajar. Saya baru sadar ketika terjun dalam komunitas, saya akan mendapatkan ilmu yang melimpah ruah dari berbagai pihak. Banyak orang yang dengan suka rela membahikan ilmunya. Secuil demi secuil. Lama-lama kalau digabungkan jadilah sesuatu yang berharga.

4. Buku

Buku adalah jendela dunia. Dari buku, kita bisa mengenal dunia. Begitu pun saya. Semakin banyak buku yang saya baca, pemahaman saya pun semakin meningkat.

5. Learning by doing

Belajar pada akhirnya bukan hanya tentang berapa banyak teori yang kita dapatkan, tapi juga berapa banyak kita belajar dari apa yang kita lakukan. Saya ambil contoh ilmu komunikasi suami istri. Sebelum menikah, saya sering sekali mendengarkan ceramah Abah John Grey melalui website beliau. Darinya saya belajar mengenal laki-laki dan bagaimana cara membangun komunikasi efektif dengan makhluk satu ini.

Setelah menikah, tentu saya akan dihadapkan pada banyak sekali tantangan komunikasi ini. Apa yang saya hadapi adalah manusia yang amat dinamis, bukan robot yang segalanya sudah terprogram. Saya akhirnya pun belajar dari menjalani pernikahan ini sendiri. Komunikasi bukan hanya tentang cara menyampaikan informasi, tapi juga bagaimana saya bisa mengenal sosok pasangan saya agar bisa berkomunikasi dengan baik.

Bukan tidak pernah terjadi masalah tentu saja. Tapi dari situ, kami saling belajar untuk bisa saling menjalankan kewajiban masing-masing bukan untuk saling menuntut hak.

Hal yang serupa mungkin akan terjadi ketika saya punya anak. Saya perlu memahami karakternya untuk bisa membangun pola belajar yang efektif.

Kesimpulan

Ada banyak sekali cara yang bisa kita tempuh untuk berinvestasi pada diri sendiri. Pada akhirnya, kita hanya perlu merenung dan menanyakan pada diri sendiri, sudah kita melakukan investasi pada diri sendiri? Jika belum, apa yang membuat kita belum juga melakukannya? Karena ketidakmampuan kita kah? Atau karena ketidakmauan kita?